Jajanan atau kue natal, yang belum ada sertifikat halalnya (logo sertifikat halal) sebaiknya dihindari. Sebab, itu termasuk subhat. Dan penting lagi, ternyata banyak sekali titik kritis yang berpeluang menjadi haram pada bahan yang digunakan pada kue.
Momen perayaan Natal sudah terasa. Mulai dari pernak-pernik, hingga identik dengan kue natal yang dijual di pasaran. Diakui Pendiri Halal Corner, Aisha Maharani bahwa Indonesia memang tak hanya satu agama saja. Ada Nasrani, Islam, Budha, Hindu. Namun kali ini merupakan perayaan natal yang oleh pedagang kue itu adalah segmen pasarnya. “Tapi kita enggak perlu khawatir berlebih ketika mau membeli kue natal. Sebagai muslim ya jelas kalau belum ada sertifikat halal, ya udah jangan dibeli,” ujar pendiri Halal Corner, Aisha Maharani dikonfirmasi Majalah Nurani, Selasa (28/11/2017).
Menurut Aisha, penjual memang terserah apa saja mau menjual kuenya dari bahan apapun asal tidak mengganggu aturan yang di Indonesia. Kalau memang mau jual kue atau produk yang segmennya Nasrani, itu adalah kebijakan penjual.
“Kita juga tidak bisa mengindikasaikan ada serangan (produk haram) untuk umat muslim. Gak ada seperti itu. Jadi tidak masalah,” tambahnya.
Umat muslim memang tidak bisa tahu bahwa kue atau jajanan natal yang dijual itu memakai bahan yang diharamkan atau tidak. Namanya makanan yang dijual, banyak sekali bahan yang digunakan. Dan itu harus diteliti dulu halal haramnya. Jadi memang tidak bisa langsung diketahui haram atau tidak.
“Kita harus tahu produknya apa, bahannya apa, barulah kita bisa mengkritisi letak subhatnya. Saya ga akan ngejudge haram ya. Tapi subhatnya. Karena dari hasil ingredients standar halal Indonesia, maka baru itu bisa diketahui bahannya haram atau tidak,” jelas dia.
Ditambahkan Aisha, yang perlu dipelajari umat muslim yakni jangan langsung menjudge bahwa jajanan atau kue itu haram. Jadi kalau jajanan natal yang beredar di pasaran, dan tidak ada sertifikatnya, itu termasuk belum jelas kehalalannya.
“Dan itu perlu dihindari. Karena itu sudah menjadi kewajiban umat muslim untuk mengonsumsi makanan halal,” tegas Aisha.
Diterangkan Bidang Auditing dan Sistem Jaminan Halal LPPOM MUI, Ir Muti Arintawati MSi, kue atau jajanan itu banyak sekali titik kritis keharamannya. Diantaranya yakni bahan aditif yang ditambahkan pada adonan tersebut.
“Sehingga kue itu bisa dipastikan memakai bahan haram,” ungkap dia.
Menurut Muti, umat muslim juga harus cerdas mengetahui setidaknya apa saja yang menjadi titik kritis keharaman dari kue. Seperti halnya Idul Fitri, perayaan natal juga identik dengan kue-kue yang beragam dan juga bisa mengandung bahan yang diharamkan.
“Memang tidak mudah mengenali kue itu haram atau tidak hanya dengan melihat. Harus diteliti bahan-bahannya. Tapi dengan mengetahui beberapa titik kritis keharamannya, maka umat muslim bisa tahu dari komposisi bahan yang digunakan,” tandas dia. 01/Bagus
Hi, this is a comment.
To get started with moderating, editing, and deleting comments, please visit the Comments screen in the dashboard.
Commenter avatars come from Gravatar.