Renungan Maulid: Memilih Pemimpin cara Rasulullah

Dalam rangka peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, ada yang bisa dijadikan suri tauladan, terutama dalam kepemimpinannya. Apalagi sebentar lagi di Indonesia menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada). Salah satu yang bisa diteladani dari sosok Rasulullah sebagai seorang pemimpin yakni kejujurannya. Berikut liputannya.

Di Indonesia sendiri tak hanya diperingati pada Rabiul Awal saja, tapi bisa sepanjang tahun dan tidak ada batasnya. Yang jelas bahwa titik beratnya bukan pada hanya acara seremonial semata, tapi bagaimana agar umat muslim bisa mengambil pelajaran penting sosok kepribadian Rasulullah yang sempurna yang dalam agama dikenal sebagai Insan Kamil.

Pada peringatan maulid ada yang perlu kita teladani dari sosok Nabi. Ketua MUI Pusat, KH Muhyidin Junaidi mengungkapkan,  meneladani sosok Nabi ini tepat, terutama bagi calon pemimpim. Apalagi sebentar lagi tahun 2018 masyarakat akan menyaksikan pilkada serentak.

“Orang yang berhak untuk dipilih seharusnya meneladani kepriadian akhlak Nabi,” ujar dia dikonfirmasi majalahnurani.com, Kamis (30/11/2017).

Jujur

Antara lain, kejujuran. Menurut Muhyidin, ini menjadi faktor penentu keberhasilan pemimpin. Baik itu pemimpin dalam skala kecil, menengah atau besar. Makanya Nabi berhasil mengubah bangsa Arab yang tidak mengenal peradaban, kemajuan, yang dengan kepimpinan beliau bisa melakukan perubahan secara maksimal.

“Kejujurannya itu sudah dibuktikan dan diakui masyarakat internasional. Bahkan dalam karya Michael Hart seorang Kristen, dia menempatkan Nabi di rangking 1 dari 100 pemimpin yang berpengaruh dalam sejarah peradaban manusia. Sementara Nabi Musa dibawah dari Nabi Muhammad SAW,” sambungnya.

Muhyidin mengamati, pilkada yang sekarang dilakukan di Indoneisa cenderung sarat akan manipulasi, sarat kelicikan, cenderung ada nuansa pencitraan. Seorang pemimpin tak lagi dipilih karena kejujurannya tapi karena pecintraan, bisa menguasai media, membungkus hal negatif jadi negatif, dan pemimpin saat ini punya relasi yang dekat kepada orang tertentu yang berpengaruh.

“Kejujuran ini sangat penting bagi kita dan pemimpin. Makanya Nabi menjadi uswah hasanah artinya menjadi role model bagi umat manusia untuk menjadikan seorang pemimpin,” tambah dia.

Kedua, papar Muhyidin, yakni orang yang aspiratif, tabligh. Penyampaian dakwah Nabi dikemas dengan cara yang manusiawi, santun, sopan, menggunakan bahasa bijak, dan bisa dicerna oleh objek dakwah yaitu manusia. Nabi melakukan itu dengan sedemikan indah. Beliau selalu mengingatkan agar bisa mengajak manusia sesuai dengan pola pikir manusia itu sendiri. Jadi bisa merangkul, miskin, kaya dan berbagai macam.

“Sehingga Nabi bisa berhasil melakukan hal itu,” tegas Muhyidin.

Fathona

Ketiga, masih pemaparan Muhyidin, yakni fathona, cerdik, bisa membaca kondisi umat. Bagaimana kondisinya, apa yang dibutuhkan dan dihindari. Dan ternyata Nabi berhasil. Tapi saat ini banyak pemimpin yang tidak cerdik membaca situasi zaman. Pemimpin sekarang cenderung monoton, tidak punya program, visi kedepan.

“Dia hanya mengandalkan popularitas. Skala prioritasnya tidak ada,” urainya.

Berbeda dengan Nabi, meski tidak mendapat pendidikan seperti itu, tapi beliau mendapatkan langsung wahyu dari dari Allah, sehingga perlu kita tiru. Kecerdikannya inilah yang membantu beliau berhasil memimpin umat manusia.

“Kalau pemimpin ingin berhasil, ya harus mengikuti jejak Nabi Muhammad.  Dia tahu kemampuan diri sendiri. Tahu kapasitas seorang wali kota, gubernur. Jangan sampai bajunya terlalu besar,” ujar Muhyiddin menandaskan.

Banyak sekali teladan Nabi dalam memimpin umatnya. Zaman kepemimpinannya Nabi, beliau dekat dengan umat, dekat dengan masyarakat dan dekat dengan Allah. Diwaktu bersamaan, maka bisa berhasil.

Kemudian juga, Nabi sebagai pemimpin tidak mengeluh pada publik ketika didesak. Tapi meminta kepada Allah. Pemimpin itu pelayan umat. Sebagai pelayan masyarakat harus bisa membuka pintu untuk masyarakat.

“Termasuk seperti yang dicontohkan Umar Bin Abdul Aziz, Umar bin Khattab. Seorang pemimpin harus seperti itu. Bukan takut pada partai yang mengusungnya. Atau takut pada pihak yang mendanai pihak secara finansial,” tegas Muhyiddin mengingatkan. 01/Bagus

Leave a Reply

Your email address will not be published.

News Feed