Hukum Muslim Merayakan Natal

Umat Islam tidak dilarang menghadiri perayaan Natal jika dalam acaranya itu sebatas silaturahim. Berbeda halnya jika di perayaan itu ada ritual keagamaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Maka yang paling penting, lihat dan tanyakan dulu apa saja acara pada perayaan itu? Jangan sampai karena kita tidak tahu lantas kita mengikuti ritualnya.

Perayaan Natal juga bisa dikatakan seperti perayaan Idul Fitri. Hanya saja, ketika kita menghadiri perayaan tersebut, juga ada ritual keagamaannya. Wakil Ketua Komisi Perempuan Remaja dan Keluarga MUI Prof Istibsyaroh mengingatkan umat muslim bahwa dalam menghadiri perayaan natal, bisa dibolehkan dan bisa malah diharamkan.

Dijelaskan Istibsyaroh, kita sebagai muslim hidup di negara Indonesia yang juga berdampingan dengan bermacam-macam agama. Karena itulah maka sesama manusia harus baik. Saling menghormati dan menghargai.

“Tapi kalau masalah ibadah, itu sendiri-sendiri,” ungkap Istibsyaroh dalam pesan singkatnya ketika dikonfimarsi majalahnurani.com, Senin (4/12/2017).

Haram Ikut Ritual

Menurut Istibsyaroh, sebelum menghadiri peryaan Natal, sebaiknya umat muslim harus melihat undangannya itu apa. Kalau undangannya itu terkait ritual agama, jelas itu haram untuk menghadirinya. Berbeda ketika dalam undangannya tersebut yang acaranya hanya sekadar perayaan dan silaturahim tanpa ada ritualnya.

Baca juga  PBNU: Serangan Iran ke Israel Bentuk Kemarahan Dunia

“Jika sifatnya tasyakuran saja, silaturahim, kita boleh menghadiri,” tambahnya.

Selain itu, yang perlu diperhatikan ketika menghadiri perayaan Natal, maka umat muslim harus perlu hati-hati ketika dipersilahkan menikmati hidangan. Belum lagi dengan makanan yang disajikan itu misalnya daging sembelihan. Bisa halal dan tidak.

“Waktu nyembelih tidak membaca basmalah, ya tidak boleh dimakan,” urainya.

Bagaimana jika awalnya kita tidak tahu lantas sudah terlanjur hadir dan itu ternyata ada acara ritualnya?  Menurut Komisi Fatwa MUI, Ustad Aminudin Yakub, jika sudah terlanjur menghadiri dan tidak tahu bahwa ada acara ritual doanya, maka kita lebih baik diam, atau bisa izin ke kamar mandi.

Tidak boleh mengamini bacaan doa, mengucapkan selamat natal, itu jangan sampai dilakukan. Kedatangan kita hadir pada undangan tersebut hanya dalam konteks menghormati persahabatan, tetangga.

“Kalau itu acara silaturahim saja. Tapi jika kita tahu di undangannya ada ritual, maka tidak perlu hadir,” jelas dia.

Baca juga  Menag Terbitkan SE agar Penyuluh dan Penghulu Dukung 4 Program Pemerintah

Pastikan Acaranya

Pakar Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya, Ustad Abu Dzarin Al Hamidy menyarankan, sebelum muslim ikut menghadiri perayaan Natal, maka lebih baik dipastikan dulu acara pada perayaannya nanti apa saja.

Di Islam sendiri, menghadiri, mengikuti, ritual perayaan Natal itu tidak boleh. Apalagi jika umat muslim itu sudah tahu bahwa dirinya diundang untuk hadir dalam acara ritual Natal. “Jelas tidak dibolehkan. Apalagi kita sudah tahu,” jelas Abu Dzarin kepada majalahnurani.com, Selasa (5/12/2017).

Menurut Abu, umat Islam juga perlu membedakan perayaaan yang sifatnya untuk silaturahim atau perayaan yang di dalamnya ada ritual keagamaan. Kalau hanya untuk silaturahim, maka itu perlu.

“Apalagi seperti pimpinan. Misalnya RT, RW yang diundang. Maka bisa wajib datang kalau hanya sekadar silaturahim,” tegas dia.

Abu Dzarin juga menyarankan bagi umat muslim yang hadir pada perayaan Natal, dan ternyata ada acara ritualnya, maka lebih baik beralasan keluar. Perlu diingat juga agar jangan sampai menyinggung yang mengundangnya.

Baca juga  Indonesia Darurat Judi Online, Tahun 2023 Perputaran Uang Rp 327 Triliun

“Jadi kalau sudah di dalam, dan ada ritualnya, ya kita sebaiknya alasan saja. Ke toilet dan keluar,” kata dia.

Dari pengamatan dosen Syariah UINSA Surabaya ini, bangsa Indonesia kini sudah cerdas untuk menyikapi perbedaan agama, tetapi juga tidak mengurangi rasa toleransi kita. Rasa penghormatan umat muslim kepada umat agama lain juga tinggi.

Yang paling penting, dalam perayaan Natal, sebagai toleransi antar umat beragama, maka perlu membangun solidaritas. Tetapi selama tidak mencampuradukkan agama masing-masing, maka semua agama mendapat tempat.

“Yang harus diingat, umat Islam itu kalau mayoritas, pasti melindungi umat agama lain. tapi faktanya kalau umat Islam yang minoritas, menjadi bulan-bulanan. Ini kita tunjukkan dengan memberi penghormatan terhadap perayaan umat yang lain,” tandas Abu yang juga jajaran pengasuh Pondok Pesantren Assomadiyah, Burneh, Bangkalan Madura. (bagus)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

News Feed