Standarisasi Harga atau Pelayanan Umrah?

Tujuan digelarnya dialog publik pada pameran AITE, Kamis (14/12/2017) di Atrium Mal Olympic Garden, Malang, yaitu memberi tuntunan kepada masyarakat agar tidak mudah tertipu dengan travel umrah yang menawarkan paket sangat murah. Berikut dialog publiknya.

Tidak dipungkiri bahwa masyarakat memilih travel haji karena harga murah. Karena mematok harga yang sangat murah, maka banyak korban penipuan dari travel tersebut. Meski masyarakat sudah tahu bahwa harga yang ditawarkan itu tidak masuk akal, tapi pada kenyataanya masyarakat melihat bahwa ternyata juga ada jamaah yang bisa berangkat umrah dengan harga murah. Karena inilah akhirnya masyarakat akhirnya tergiur dan tidak mengindahkan bahwa harga yang tidak masuk akal itu dan pada akhirnya akan membuat dirinya menjadi korban penipuan.

Pada dialog publik di pameran AITE yang dipadati pengunjung kali ini, narasumber yang dihadirkan yakni Direktur Pembinaaan Umrah dan HajiĀ  Kementerian Agama (Kemenang) Muhajirin Yanis, Owner AFI Travel, Sahrul Gunawan, Ketua Dewan Kehormatan AMPHURI Abdul Wahab dan Mantan Pemimpin Redaksi Tabloid NURANi, Nur Cahya Hadi sebagai moderator. Berikut petikan dialog publik.

Nur Cahya: Perlu tidak biaya umrah distandarisasi?

Muhajirin: Menarik ini pertanyaanya. Selama ini memang ada desakan dari masyarakat, terkain umrah, semestinya pemerintah sudah menetapkan biaya standar. Soal harga, tentu sejak 2015 lalu, sudah menyusun rapat pimpinan terkait dengan standar layanan minimal, yang didalamnya sudah memuat harga standar yang direferensikan.Tapi kita disarankan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) agar tidak menetapkan harga. Tidak menetaplan angkanya.

Nur Cahya: Alasannya?

Muhajirin: Alasannya, travel tidak akan mendapat harga bersaing di masyarakat. Pemerintah diminta menetapkan standar layanan minimal yang ditetapkan. Karena ada problem dan dilematis, untuk menetapkan harga umrah, satu PPIU saja itu berbeda.

Tergantung paket yang ditawarkan. Maka akan berpengaruh pada angka-angka. Misalnya paket promo, reguler dan VVIP. Satu biro itu memiliki harga berbeda. Dari itulah akhirnya ditetapkan standar layanan.

Nur Cahya: Apa malah tidak sulit kalau menetapkan standar layanan saja?

Muhajirin: Peraturan Menteri Agama (PMA) no 18 tahun 2015 sudah menetapkan standarnya itu seperti apa? Pesawatnya minimal 1 kali transit. Karena kalau transit berulang-ulang, maka akan mengganggu kenyamanan jamaah.

Baca juga  PBNU: Serangan Iran ke Israel Bentuk Kemarahan Dunia

Kedua yakni minimal hotel bintang 3. Ketiga, layanan konsumsi selama di sana harus standar prasmanan. Agar jamaah punya pilihan. Tapi pada pelaksanaannya memang tidak maksimal. Dan terakhir kami melakukan dialog dengan berbagai pihak untuk merevisi PMA tersebut.

Maka ditetapkan standar layanan itulah yang ditetapkan. Soal harga, maka harga referensi. Harga yang dihitung dari standar minimal yang ditetapkan. Pada waktunya, kita sudah punya harga referensi.

Nur Cahya: Jadi yang ditetapkan itu standar harga referensi?

Muhajirin: Standar layanan minimal yang didalamnya ada harga yang direferensikan. Jadi ketika sudah ditetapkan, maka masyarakat sudah mengetahui. Oh harganya seperti ini.

Nur Cahya: Kira-kira bisa terealisasi tidak pak Abdul Wahab yang sudah malang melintang dalam bisnis travelĀ  haji umrah? (Nur Cahya berpindah tanya ke Abdul Wahab).

Abdul Wahab: Aturan dari Kemenag sudah banyak. Tapi aturan itu tidak diiringi dengan sanksi maksimal. Misalnya travel yang tidak berizin. Itu undang-undangnya ada. Pihak Kemenag belum ada tindakan masalah itu. soal layanan, banyak jamaah yang dikecewakan oknum travel, dan tidak diketahui Kemenag.

Contoh, yang umrah 9 hari, mestinya ada 7 hari di Tanah Suci. Tapi jadinya 6 hari. Sebab apa? Sebab, datangnya di Madinah kemudian Makkah, pulangnya ke Madinah lagi. Ini sudah termakan 1 hari. Kemudian ada paket hemat tapi hotel zam-zam. Di zam-zam ternyata sehari kemudian diusung ke Ajjihad. Jadi banyak mengecewakan. Yang penting harus keras.

Nur Cahya: Teknis pengawasan soal pelayanan seperti apa. Itu bagaimana Pak? (sambil menoleh ke Muhajirin).

Muhajirin: Kalau kita diminta pengawasan sampai di Saudi, karena keterbatasan dan jangkauan yang terkadang ada wilyah seharusnya tidak masuk. Yang penting, ada aspek regulasi yang ditetapkan. Ketika jamaah mendaftar, itu berdasarkan paket yang dijual kepada jamaah itu sendiri.

Kita sudah mewajibkan ada mou, yang ditandatangani antara jamaah dan travel tentang apa saja yang diterima selama perjalanan itu. pesawat, tinggal dimana,sepenuhnya menjadi kewajiban dan kewenangan antara konsumen dan pemilik travel. Kalau ada pelanggara, ketika ada transaksi perjanjian antar keduanya, pada saat itulah ada unsur keperdataan dan unsur kepidanaan.

Baca juga  17 Agustus Mendatang Paspor RI Ganti Desain

Nur Cahya: Jadi Kuncinya di MOU tadi ya?

Muhajirin:iya. Apakah nantina jamaah itu mau mengadu, kita akan menerimanya. Tentu ada sanksi. Bagi ada yang mengadu, tentu kita proses.

Nur Cahya: Kalau di jamaah mas Sahrul, ada tidak MOU kepada jamaah? (Bertanya ke Sahrul Gunawan).

Sahrul: Jamaah sendiri tidak memegang MOU. Yang penting bayar transfer. Kami Insya Allah bisa menjaga itu. saya sebagai publik figur, kalau menipu mau lari kemana sih? Tapi ketika ada oknum yang mengatasnamakan travel berizin padahal enggak, cukup sulit.

Karena jamah yang penting murah, cocok dan bayar. Sebetulnya yang terpenting itu adalah bagaimana ada sesuatu yang muncul mengenai first travel. Karena ada yang murah. Sehingga jamaah saya sendiri berkurang karena ada harga yang lebih murah.

Sampai saya sendiri berpikir bagaimana sih caranya jual itu 14 juta. Saya utak-utik dan enggak ketemu. Yasudah lah yang penting kita punya prinsip ini yang terbaik untuk jamaah dan sesuai standar. Aturan itu sudah sejak lama dan kami sudah melaksanakan dengan baik. sebenarnya bukan persaingan saja. karena memang enggak masuk akal. Kami berpikir ini manipulasi dan tidak bisa dipertanggung jawabkan.

Nur cahya: Bagaimana pak Wahab, Bapak kan juga owner Mabruro?

Abdul Wahab: Kenapa Kemenag baru bertindak setelah ada kasus First Travel? Saya yakin enggak mungkin tidak tahu adanya first travel bikin harga 13 juta. Kalau Kemenag tidak tahu berarti pengawasan Kemenag kurang. Dan sekarang ini juga banyak pak. Mohn ditingkatkan lagi pengawasannya.

Nur Cahya: Gimana Pak Muhajir?

Muhajirin: Ketika bicara umrah, maka konstruksnya itu soal agama. tapi jangan lupa kewenanganĀ  kita itu administrasi. Ketika bicara umrah maka legalitasnya di Kemenag. Tapi jangan lupa begitu orang ada izin, kita ada 6 kewajiban travel lalu itu yang harus digunakan.

Saya kira travel paham. Tapi begitu terjadi perjanjian seperti saya sebutkan, terjadi transaksi jamaah dan travel, berarti ada unsur pihak lain yang terlibat. Apa itu? Ada unsur keperdataan dan kepidanaan. Ketika terjadi pengabaian, maka hukum yang mengurus itu.

Baca juga  Menag Terbitkan SE agar Penyuluh dan Penghulu Dukung 4 Program Pemerintah

Lalu apa yang kita lakukan? Sejak 2013, Kemanag sudah melakukan MOU dengan Bareskrim. Ketika ada pelanggaran, maka masyarakat apa mau menggunakan ruang atau tidak. Kita tidak bisa menjangkau kesana.

Kedua, regulasi kita tidak mengatur harganya. Karena harga yang disampaikan masyarakat itu adalah strategi marketing yang diberikan. Kalau bicara harga dan ada yang merasa terganggu, bukan kita yang bisa mengawasi.

Kita hanya bisa mengimbau agar tidak terpengaruh dengan biaya murah. Maka yang bertindak adalah KPPU. Bukan kita. Kami juga tahu ada yang menawarkan harga murah. Tapi selama bisa memberangkatkan, kami tidak masalah. Tapi begitu menelantarkan, kewenangan administrasi akan kami lakukan. Mencabut izinnya.

Ketiga, daftar sekarang, uangnya investasi. Maka ada yang mengawasi. Dalam hal ini Otoritas Jasa keuangan (OJK). Ketika kami bicara dengan OJK maka lahirlah tim waspada investasi. Maka OJK meneliti sistim usaha yang dilakukan legal atau tidak.

April lalu, ada 11 jenis usaha yang ditutup, salah satunya First Travel. Soal MLM, Kemenag juga tidak punya kewenangan. Yang mengawasi MLM yakni lembaga perdagangan. Bicara umrah, sangat kompleksitas banyak unsur.

Nur Cahya: Kalau ada pelanggaran setalah ada harga referensi, apakah ada sanksi administratif?

Muhajirin: Pertama, ketika sudah disahkan menjadi PMA, biro harus mengacu pada harga refrensi yang ditetapkan. Kalau ada harga lebih mahal, itu karena fasilitas yang diberikan. Kalau harga lebih murah dibawah standar, maka dipanggil.

Jika tidak rasional, maka dihentikan. Jika teap saja, maka sanksinya hukum. Kita tidak diperkenankan dari dulu menentukan harga. Misalnya pada situasi low session, maka untuk menarik bisa harga murah. Itu hanya musim-musim tertentu. Boleh jadi berangkat 25 juta, tapi sekarang bisa 16 juta. Tapi itu tidak semua session.01/ Bagus

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

News Feed