BPJS Siap Jalankan Prinsip Syariah

Hari ini Senin (7/5/2018) Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Maruf Amin membuka Ijtima Ulama Komisi Fatwa Ke-6 di Pondok Pesantren Al-Falah Banjarbaru Kalimantan Selatan. Salah satu contoh putusan fatwa yang diungkapkan yakni masalah BPJS Kesehatan.

REKOMENDASI

Dijelaskan, pada Ijtima Ulama Tahun 2015 diputuskan bahwa penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syariah. Karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba.

Dalam Ijtima Ulama saat itu,  merekomendasikan agar pemerintah membentuk, menyelenggarakan dan melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syariah dan melakukan pelayanan prima.

Setelah acara ijtima ulama, MUI berkordinasi dengan BPJS Kesehatan tentang kemungkinan dilaksanakannya keputusan ijtima ulama tersebut. BPJS Kesehatan merasa perlu adanya panduan kesyariaahan yang lebih teknis dalam menjalankan keputusan tersebut.

“Maka beberapa bulan setelahnya, tahun 2015 itu juga ditetapkan fatwa DSN MUI tentang pedoman peyelenggaraan jaminan kesehatan syariah,” kata dia kepada majalahnurani.com

Setelah itu segera dibentuk tim khusus dari dua belah pihak. proses kerja tim dilakukan dengan segala dinamikanya. Semua akad yang melibatkan para pihak disesuakina dengan fatwa. Disiapkan formulir perjanjian kerjasama, dan hal lain yang telah disesuaikan dengan prinsip syariah. Instrumen investasi juga secara bertahap disesuaikan dengan prinsip syariah.

PRINSIP SYARIAH

Dua hari yang lalu, Kyai Maruf memimpin rapat penetapan kesimpulan kerja tim. Intinya, kata dia, BPJS Kesehatan telah siap menjalankan operasionalnya sesuai dengan prinsip syariah.

“Sebagaimana diamanahkan oleh Ijtima Ulama Tahun 2015,” terangnya.

Kerja panjang itu membuahkan hasil. Kedepan, umat Islam tidak ada keraguan lagi untuk ikut program pemerintah dalam BPJS. Karena BPJS Kesehatan sudah sesuai degan prinsip syariah.

Dalam pelaksanaannya, MUI juga akan memantau dan mengawasi agar tetap pada jalur kesesuaian syariah.

“Itu baru satu contoh, dan tentu saja masih ada banyak contoh lain agenda kerja MUI yang merupakan tindaklanjut dari hasil dan ketetapan ijtima Ulama,” ungkapnya.

Oleh karena itu, tegas Kyai Maruf, bagi MUI forum Ijtima Ulama ini mempunyai arti penting, bukan saja untuk menjawab permasalahan-permasalahan keagamaan yang dihadapi oleh umat Islam saja, namun juga untuk menetapkan arah dan tujuan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan prinsip syaraih.

“Terutama sebagai forum untuk mengonsolidasikan ormas dan kelembagaan Islam di Indonesia, khususnya yang terkait erat dengan aspek kefatwaan,” sambung dia.

ASPEK SINERGITAS

Keterlibatan majelis fatwa setiap ormas Islam dalam forum ijtima ulama ini mempunyai arti penting, terutama dalam aspek sinergitas dengan komisi fatwa MUI yang keanggotaannya melibatkan semua perwakilan majelis fatwa ormas Islam. Keikutsertaan perwakilan dari pondok pesantren dan fakultas syariah perguruan tinggi juga mempunyai arti penting, terutama dalam berkoordinasi menyiapkan ulama dan fuqoha yang handal.

MUI yang merupakan tenda besar umat Islam di Indonesia harus benar-benar bisa merangkul semua komponen umat Islam di Indonesia, di manapun mereka berkhidmah dan beraktifitas.

Hal itu karena kata “umat” tidaklah merujuk hanya pada kelompok tertentu saja dan menegasikan yang lain. MUI akan merangkul dan membimbing semua umat Islam di Indonesia, tanpa memandang asal usul dan tempat perkhidmatannya.

“MUI bertekad untuk menjadi tenda besar yang di dalamnya terdapat semua komponen umat Islam, yang berbeda-beda tapi tetap satu kesatuan,” tandas dia.01/ Bagus

Leave a Reply

Your email address will not be published.

News Feed