Lahan Petani di Kecamatan Puri, Mojokerto, Diduga Diserobot untuk Kavling, Berujung Pelaporan di Polda Jatim

Tiga pemilik tanah di dusun Kaliputih, Desa Kebonagung, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto diduga menjadi korban penyerobotan tanah. Pasalnya, tanah mereka yang dijanjikan dibeli dengan pembayaran berkala tidak kunjung terealisasi. Tanah tersebut diduga diserobot oleh mafia tanah yang akan digunakan untuk jual beli tanah kavling. Dugaan itu berujung pelaporan pada Satgas Mafia Tanah Ditreskrimum Polda Jawa Timur, Senin (25/4/2022).

“Kami resmi melaporkan MR PT BBA, Notaris JIT dan Pengusaha MR serta Kadus DTK terkait dugaan pidana dalam pasal 152 dan Pasal 162 UU No 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan Pemukiman,” ujar Kayat Begawan, Sekejnd Ormas Pagar Jati, Selasa (26/4/2022).

Kayat menerangkan ada tiga lahan milik petani Dusun Kaliputih Desa Kebonagung Kecamatan Puri
Kabupaten Mojokerto yang dijadikan objek perdagangan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab. Lahan itu milik Reso dengan luas tanah 2.450 m2
,Fatimah dengan luas
tanah 2.490 m2 dan Supeni dengan luas tanah 2.470 m2.

“Para petani dijanjikan oleh para mafia tanah ini dibayar lunas. Nyatanya hanya dibayar uang muka Rp 50.000.000,- pada 13
Januari 2022. Sampai hari ini tidak ada itikad pembayaran dari PT BBA. Padahal PT BBA dan MR serta Kadus DTK nyata-nyata telah melakukan jual beli kaveling kepada masyarakat umum melalui Notaris JIK Mojosari,” terang Kayat Begawan.

Baca juga  Indonesia Darurat Judi Online, Tahun 2023 Perputaran Uang Rp 327 Triliun

Masih menurut Kayat apa yang dilakukan oleh para mafia tanah ini sudah tidak bisa dibiarkan
lagi. Kayat berjanji bahwa dirinya bersama ormas Pagar Jati akan mengawal terus perkara ini hingga tuntas.

Sementara itu Hadi Purwanto, ST.,SH., Ketua Ormas Pagar Jati Provinsi Jawa Timur saat diklarifikasi di kantornya menjelaskan bahwa unsur subjektif dan unsur objektif dalam
perkara ini sudah sangat jelas didukung dengan beberapa barang bukti yang cukup kuat.

“Unsur pidana dalam perkara ini sudah cukup jelas. Barang bukti sudah cukup kuat. Sudah sangat layak Polda Jawa Timur untuk segera
mengungkap perkara ini dan segera menetapkan tersangkanya,” harap Hadi dikantornya.

Ditambahkan Hadi, perkara ini bermula dari peran Kadus Kaliputih DTK yang niat membeli tiga lahan petani yaitu lahan milik Reso, Fatimah dan Supeni. Kadus DTK pada 13 Januari 2022 membayar Rp 50 juta sebagai tanda jadi pembelian lahan kepada masing-masing petani. Kemudian sesuai dengan janji DTK yang tertuang dalam kuitansi menyatakan bahwa pembayaran kedua sebesar Rp 200 juta kepada masing-masing petani akan
dilaksanakan pada 13 Februari 2022. Selanjutnya pembayaran ketiga sebesar Rp 200 juta kepada masing-masing petani akan dilaksanakan pada 13 April 2022. Sisa pelunasan akan
dibayarkan pada akhir bulan Juni 2022.

Baca juga  Aksi Militer Iran Merupakan Respons Terhadap Agresi Rezim Jahat Zionis

“Janji Kadus DTK sebagaimana dimaksud dalam kuitansi sampai hari ini tidak pernah ditepati.
Tidak layak lagi, Kadus DTK bertindak sendiri telah bekerjasama dengan Pengusaha MR dan
PT BBA untuk melakukan pengkavelingan 3 lahan petani tersebut kemudian menjual kaveling-kaveling ini kepada masyarakat umum dengan berbagai macam harga tanpa mempunyai itikad baik untuk menyelesaik pembayaran 3 lahan petani ini,” papar Hadi.

Belum cukup sampai disitu, Kadus DTK, PT BBA dan MR juga menjanjikan kompensasi kepada lingkungan masyarakat Dusun Kaliputih sebesar Rp 150 juta. Tetapi hingga saat ini kompensasi lingkungan tersebut tidak pernah terbayarkan. Beberapa kali mediasi untuk musyawarah terkait permasalahan ini juga tidak menyadarkan
Kadus DTK dan para mafia tanah lainnya untuk segera menyelesaikan kewajibannya kepada 3 petani pemilik lahan dan membayar kompensasi lingkungan.

“Perbuatan Kadus DTK dan mafia tanah lainnya sudah tidak bisa dimaafkan lagi. Mereka layak mendapatkan hukuman yang setimpal. Mereka telah mendzalimi hak-hak petani dan
kerukunan lingkungan masyarakat Dusun Kaliputih,” ujar Hadi.

Menurut Hadi bahwa Pasal 154 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman sudah tegas menyatakan bahwa setiap orang yang menjual satuan lingkungan
perumahan atau Lisiba yang belum menyelesaikan status hak atas tanahnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 137, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Baca juga  PBNU: Serangan Iran ke Israel Bentuk Kemarahan Dunia

Sedangkan dalam Pasal 162 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman sudah cukup jelas menyatakan bahwa dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), Badan Hukum yang menjual satuan
permukiman yang belum menyelesaikan status hak atas tanah lingkungan hunian atau Lisiba, dilarang menjual satuan permukiman atau membangun lisiba yang menjual kaveling tanah
matang tanpa rumah. Selain pidana bagi badan hukum sebagaimana dimaksud pengurus badan hukum dapat dijatuhi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

“Dalam perkara ini jelas Kadus DTK, MR dan PT BBA telah menjual lahan kaveling tanpa terlebih dahulu menyelesaikan status hak atas tanah lingkungan hunian kepada tiga petani
Kaliputih tersebut. Selain itu PT BBA juga telah melakukan penjualan tanah kaveling tanpa rumah dengan bantuan Notaris Mojosari JIT,” tegas Hadi.

Diakhir klarifikasinya Hadi berharap Polda Jawa Timur dan jajarannya segera dapat
mengungkap perkara ini dan memberantas para mafia tanah yang telah tega mendzalimi hak tiga petani Kaliputih tersebut. Ym

Leave a Reply

Your email address will not be published.

News Feed