Dosen Unair Tanggapi SE Mahkamah Agung soal Larangan Pencatatan Nikah Beda Agama

Perbincangan mengenai isu pernikahan beda agama kembali mencuat di Tanah Air. Hal itu disebabkan dengan terbitnya Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2023, baru-baru ini tentang larangan pencatatan pernikahan beda agama dan keyakinan. Banyak yang mendukung, namun tidak sedikit juga yang mengecam karena dianggap merecoki ranah pribadi.

Dosen Agama Islam Universitas Airlangga (UNAIR), Dr Irham Zaki SAg MEI mengatakan bahwa sebenarnya dalam Islam terdapat sedikit toleransi mengenai pernikahan beda agama. Dalam Al Quran, laki-laki muslim diperbolehkan menikahi perempuan berbeda agama selama masih tergolong dalam ahli kitab. Namun tidak sebaliknya, perempuan muslim tidak boleh menikahi laki-laki ahli kitab.

“Ahli kitab itu siapa? Yaitu Yahudi dan Nasrani. Kalau orang musyrik pastinya sudah tidak boleh. Masalahnya, apakah ahli kitab sekarang masih sama seperti zaman dulu? Dari itu banyak yang meragukan,” ungkapnya dari siaran pers yang diterima majalahnurani, belum lama ini.

Boleh Bukan Berarti Harus

Keputusan untuk melakukan pernikahan beda agama tetap harus dipikirkan matang-matang, walaupun dengan beberapa ketentuan, diperbolehkan oleh syariat. Menurutnya, apa yang diperbolehkan oleh syariat tidak selamanya harus dilakukan. Misalnya perihal poligami, walaupun diperbolehkan, tidak harus seorang laki-laki melakukan poligami apabila tidak mampu.

Dr Irham Zaki SAg MEI

Ia menjelaskan, apabila terdapat pasangan yang menikah berbeda dan bukan dari golongan ahli kitab, maka pernikahan tersebut tidak sah secara agama. Sehingga, selama menjalin hubungan suami-istri, mereka tidak terikat hubungan apapun dan dikategorikan berzina. Akhirnya, pernikahan beda agama akan menimbulkan konsekuensi yang tidak sederhana.

“Dampaknya akan ke mereka. Untuk peribadatan gimana? Itukan sudah menimbulkan masalah. Belum lagi nanti menyangkut anak, ikut agama yang mana? Padahal orang tua itu bertanggung jawab atas anaknya,” tambahnya.

Melahirkan Generasi Penerus

Apalagi katanya, dalam Islam, anak adalah titipan tuhan untuk orang tua yang akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Jangankan perihal pilihan agama sang anak, ketika anak dibiarkan dan tidak diarahkan untuk berperilaku baik, maka orang tua akan dipertanyakan. Maka pendidikan agama di dalam keluarga merupakan hal yang esensial. “Dampak negatif atau mudharat-nya pernikahan beda agama itu tidak ringan, apalagi dampak akhiratnya. Jadi harus hati-hati,  menikah itukan untuk melahirkan generasi penerus,” pesannya. (Bg, foto: Humas Unair)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *