Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur Doddy Zulverdi mengakui beberapa waktu ini harga beras merangkak naik. Menurutnya, kenaikan harga disebabkan faktor sessional. “Seperti naiknya harga pupuk, dampak El Nino serta lahan padi menyusut,” ungkapnya saat Bincang Bareng Media, Selasa (5/9) di Kantor BI Jatim, Surabaya.
Tak hanya itu, Doddy mengamati kenaikan ini juga karena tingkat produktivitas Indonesia kalah dengan negara penghasil beras. Seperti Thailand, India dan Vietnam. Diuraikan Doddy, terbatasnya lahan pertanian serta keterbatasan alat produksi menjadi faktor hulu. Sementara di hilirnya, pasca panen, juga terhambat mesin giling atau rice milling uni (RMU). “Jumlahnya banyak tapi kapasitasnya kecil dan tua. Akibatnya beras yang dihasilkan kalah saing sehingga harganya jadi lebih mahal,” sambungnya.
Selanjutnya kondisi El Nino juga menyebabkan negara yang menjadi sumber impor beras harus menahan ekspor berasnya ke luar negeri termasuk ke Indonesia. Tentu ini menghambat suplai pasokan beras. “Hari ini harga beras naik dan mudah-mudahan tidak melonjak,” harapnya.
Soal kenaikan harga beras apakah berimbas pada inflasi di Jatim, Doddy mengaku hingga Agustus masih terkendali. Namun demikian masih ada beberapa komoditas yang perlu diwaspadai terutama di kelompok bahan pangan. Doddy menegaskan bahwa inflasi Jatim tahun ini masih akan terkendali dan berada di angka sesuai target plus minus 1 – 3 persen.
“Pada kuartal IV/2023 menjadi periode yang perlu diwaspadai kenaikan inflasi. Karena dampak El Nino terhadap komoditas pangan, dan momen akhir tahun seperti libur Natal dan tahun baru,” terangnya. (Ra, foto: Bagus)