Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur (KPw BI Jatim) menginisiasi Wartek (Warung Tekan) inflasi. Wartek ini merupakan strategi BI Jatim untuk mengendalikan inflasi pangan di tahun 2024. Selain Surabaya, Wartek juga akan dikembangkan di tujuh kota. Mulai Malang, Kediri, Jember, Probolinggo, Madiun, Sumenep dan Banyuwangi.

Kepala KPw BI Jatim Doddy Zulverdi menjelaskan, Wartek ini konsepnya jualan beras dengan harga murah. Di Wartek, juga memotong rantai distribusi.
“Ini strategi kita menjaga ketersediaan di pasokan pasar. Kemudian juga menjaga stabilitas harga. Masyarakat juga bisa beli beras Bulog dengan harga gudang,” ungkapnya diwawancarai majalahnurani.com usai Bincang Bareng Media, Selasa (12/12) di lantai 4 Gedung BI Jatim, Surabaya.

Soal Wartek lebih detil diuraikan Deputi KPw BI Jatim Rizki Wimanda. Saat ini Wartek yang sudah berjalan ada di Pasar Wonokroko, Tambahrejo, Genteng, Pucang Anom. Sementara di Pasar Soponyono belum beroperasi. Nantinya beras yang bisa dibeli oleh pedagang atau masyarakat seharga Rp 10.600/Kg.
Lalu apa bedanya dengan pasar murah yang sudah ada saat ini? Rizki melanjutkan, dibandingkan dengan operasi pasar murah, Wartek Inflasi lebih lebih paten keberadaannya. Karena keberadaannya setiap hari dan setiap saat bisa diakses masyarakat serta pedagang.
“Di Wonokromo misalnya. Supply berasnya 2 ton per hari. Yang bisa mengakses di sana ituada 20 pedagang. Mereka boleh membeli. Di pasar Genteng cuma 1 ton per hari ada 8 pedagang yang bisa membeli,” urainya.
Menurut Rizki, Wartek perlu melibatkan pedagang. Karena masyarakat tidak selalu harus membeli di warung TPID. Yang terdekat di sana, yang kenalan langganannya juga bisa beli Wartek. “Jadi BPS mencatat, mencacah di pedagang-pedagang. Sehingga akan mempengaruhi. Menurut kami itu akan lebih efektif apabila ada di pasar itu,” tandasnya. (Ra/Bagus)