Pemerintah dan DPR RI resmi melegalkan keberadaan umrah mandiri. Aturan baru ini tertuang dalam Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU) salinan UU No 14 tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Di pasal 86 ayat 1 huruf b UU terbaru itu disebutkan bahwa Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan: a. melalui PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah); b. secara mandiri; atau c. melalui Menteri.
Ketua Harian Asosiasi Aliansi Pengusaha Haramain Seluruh Indonesia (Asphirasi) H Muhammad Fadli Abdurrahman SPd, prihatin atas adanya UU terbaru ini. Menurutnya sebuah UU itu dibuat atas prinsip keadilan, namu jika muncul aturan baru dibolehkannya tentang umrah mandiri, maka azas keadilan tersebut tidak terlaksana.
“Kenapa? Karena di sisi lain UU menyebutkan ada penyelenggara yakni PPIU . PPIU ini ada banyak aturan, misalnya tentang akreditasi, minimal harga, ada mutowif segala macam, namun dengan dibukanya umrah mandiri ini maka disini ada azas ketidakadilan karena disaat PPIU ini banyak aturan tapi di dalam umrah mandiri tidak ada aturan sama sekai, tidak ada akreditasi, tidak ada laporan pajak, tidak ada laporan keuangan dan lain,;ain,” ujarnya, Sabtu (25/10/2025).
Dipaparkan Muhammad Fadli, umrah mandiri memiliki banyak risikonya. Ibadah umrah bukan hanya sekadar seperti jalan-jalan ke korea atau ke jepang atau ke negara lainnya, tapi umrah merupakan perjalanan spititual sehingga butuh pendamping maupun pembimbing.
“Di travel (PPIU) ada tour leader, ada mutowif, kalau jemaah sakit otomatis ditangani oleh tour leader dan mutowif diantar ke rumah sakit. Bagaimana kalau umrah mandiri? ini di negara orang? Bagaimana kalau nyasar? Kalau pakai travel pasti dicariin,” paparnya.
Risiko umrah mandiri lainnya, lanjut Muhammad Fadli, bahaya untuk kaum Gen Z karena mereka berangkat sendiri tanpa mahram, misalnya perempuan berangkat dengan perempuan-perempuan. Ini sangat bahaya sekali karena perjalanan jauh dan di Saudi juga tidak menutup kemungkinan ada kejahatan.
“Jadi banyak sekali hal negatifnya, terus kalau jemaah (umrah mandiri) meninggal bagaimana?, siapa yang mengurus ke KJRI?, ke Rumah sakit?, ini nggak bisa dibayangkan apabila terjadi hal-hal seperti ini.
Muhammad Fadli mengakui ada sejumlah oknum travel yang melakukan penipuan umrah. Namun jumlahnya sangat kecil dan bahkan bisa langsung dilakukan penindakan. Namun travel yang amanah masih banyak.
“Banyak juga travel-travel yang amanah, indonesia itu mencatat jemaah umrah terbanyak setiap tahunya. Dalam arti sebenarnya para travel ini sukses sudah memberangkatkan jemaah, adapun mungkin ada penipuan itu segelintir. Insya Allah apabila PPIU ini lebih dikuatkan dalam UU itu sebenarnya lebih bagus daripada membuka umrah mandiri. Dan umrah mandiri ini mudaratnya lebih banyak daripada manfaatnya,” jelasnya. (ym)






