Kantor Wilayah IV Otoritas Jasa Keuangan (Kanwil IV OJK) di Jalan Gubernur Suryo No 28-30 Surabaya, Kamis (5/10) menerima pengaduan Setiyawan, seorang nasabah yang merasa dirugikan bank swasta di Indonesia. Melalui kuasa hukumnya, Anthonius Adhi Soedibyo SH M.Hum dari Firma Hukum Ansugi Law, pengaduan itu sudah diterima Kanwil IV OJK dengan nomor tanda terima 002904. Di pengaduan itu, dijelaskan bahwa kasus yang dihadapi ini terkait pengalihan kredit (cessie) yang terjadi tanpa dasar yang jelas dan pelaporan kolektibilitas yang dilakukan pihak bank.
Hubungan Setiyawan dengan bank yang dimaksud bermula ketika Setiyawan selaku debitur menandatangani Perjanjian Kredit Nomor 024/PK/SME-ME/MLG/2016 tertanggal 27 September 2016 dalam bentuk Pinjaman Rekening Koran (PRK) yang mengharuskan pembayaran bunga setiap bulan dan pokok pinjaman di akhir masa perjanjian. Kredit tersebut berjalan lancar. Bahkan, perjanjian itu diperpanjang terus menerus hingga 5 kali. Namun, akibat pandemi Covid-19 lalu, pada awal 2021 yang merupakan tahun kelima dari perjanjian kreditnya itu, Setiyawan sempat mengalami keterlambatan dalam pembayaran bunga kreditnya.
Kendati demikian, Setiyawan selalu beritikad baik dengan melunasi semua kewajiban bunga dan dendanya dalam kurun waktu 120 hari, tepatnya pada bulan Juni 2021, 4 bulan sebelum jatuh tempo perjanjian kredit. Selama 4 bulan berikutnya, Setiyawan tidak pernah mengalami gagal bayar dalam pembayaran. Masalah mulai muncul ketika Setiyawan tidak mendapatkan kabar mengenai nasib perjanjian kreditnya dari pihak bank. “Jadi saya sendiri juga nggak tahu itu bakal diperpanjang atau tidak. Sudah coba berkali-kali menanyakan ke CIMB Niaga tapi nggak ada kejelasan,” cerita Setiyawan.
Akhirnya, setelah 20 hari lewat batas waktu kredit, Setiyawan malah dibuat sangat kaget ketika pihak bank memintanya untuk melakukan pembayaran dengan jumlah yang jauh lebih besar daripada sebelumnya. Yakni yang semula Rp 90 juta rupiah menjadi Rp 150 juta/bulan. Sementara pihak bank menjanjikan akan melakukan perpanjangan kredit milik Setiyawan dengan syarat Setiyawan harus memasukan uang sejumlah Rp 150 juta ke rekening escrow setiap bulan sampai perjanjian perpanjangan ditandatangani. Tanpa adanya prasangka buruk terhadap pihak bank, Setiyawan dengan itikad baik bersedia memasukan uang ke dalam rekening escrow dari Oktober 2022 hingga Agustus 2023 sambil menunggu kepastian mengenai perpanjangan kredit. Namun pada akhirnya, pada Juni 2023, pihak bank menyodorkan perjanjian yang berbeda dari sebelumnya, yakni perubahan fasilitas kredit dari yang sebelumnya PRK menjadi Pinjaman Transaksi Khusus (PTK). Dan tanpa banyak bertanya, Setiyawan menandatangani perjanjian tersebut.
Beberapa hari kemudian, pihak bank menghubungi Setiyawan bahwa perjanjian tersebut harus direvisi karena terdapat kekeliruan. Setiyawan melakukan pengecekan dan menemukan kekeliruan pada judul perjanjiannya, yakni “Perjanjian Tanggal Tenor yang Sudah Melewati 2 Tahun Tanpa Jangka Waktu Sebab Beberapa Hal Lainnya.” Pihak bank janji akan merubah terhadap dan menandatangani ulang perjanjian tersebut. Namun, lama ditunggu, lagi-lagi tidak kunjung memberikan kabar dan kepastian kepada Setiyawan. Melalui kuasa hukumnya, Setiyawan menanyakan perihal solusi dari permasalahan yang dihadapinya kepada pihak bank. Mengingat kejadian seperti ini terus berulang menimpanya, Setiyawan menjadi khawatir dan mulai muncul ketidakpercayaan kepada bank yang dimaksud.
Pada 1 Agustus 2023, Setiyawan melakukan langkah antisipasi dengan mengajukan permohonan informasi kolektibilitas pinjaman kepada OJK melalui SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan). Namun, Setiyawan kaget ketika membaca laporan dalam sistem tersebut. Karena, tidak benar dan tidak berdasar tentang kolektibilitas kredit debitur di bank tersebut. Dalam laporan tersebut Setiyawan dinyatakan dalam kondisi macet (KOL-5), padahal faktanya pembayaran dari Setiyawan selalu lancar. Karena itu, pada 7 Agustus 2023 Setiyawan yang diwakili oleh Ansugi Law mengadakan pertemuan dengan bank yang diketahui berlokasi di Rungkut, Surabaya.
Dalam pertemuan tersebut, tim legal bank mengarahkan Setiyawan agar mengajukan proposal penawaran terkait dengan penyelesaian permasalahan ini. Setiyawan menyepakati dengan mengajukan surat proposal penyelesaian pada 16 Agustus 2023. Namun sayangnya, surat proposal tersebut tidak mendapat tanggapan. Maka, pada 30 Agustus 2023, pihak Setiyawan mengirimkan pengingat ke bank. Hal ini karena Setiyawan masih memiliki itikad baik untuk menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan dan menghormati masa mediasi. Terbukti, sehari sebelumnya, tepatnya pada 29 Agustus 2023, Setiyawan masih melakukan pembayaran melalui penyetoran uang sebesar Rp 150 juta ke rekening escrow milik bank. Bukannya menerima surat balasan penyelesaian dari surat proposal yang diajukan, pada 2 September 2023 Setiyawan justru menerima surat pemberitahuan dari pihak bank nomor 113/VI-DH/LIT/LWO/VIIII/2023 perihal pengalihan piutang (cessie) ke PT Oke Asset Indonesia.
Setiyawan mengatakan, pengalihan utang (cessie) ini tidak pernah diperjanjikan sebelumnya, tidak pernah disinggung dalam klausul perjanjian kredit, dan hanya dilandasi oleh peraturan internal bank yang berbentuk klausula baku. Peraturan tersebut juga tidak pernah diberikan maupun dibacakan kepada Setiyawan.
Menurut Anthonius Adhi, perbuatan bank tersebut jelas melanggar Pasal 34 Peraturan OJK nomor 6/POJK.07/2022, yang mewajibkan tindakan pengalihan hak tagih kepada pihak lain berdasarkan perjanjian kredit atau pembiayaan dengan konsumen wajib dimuat dalam perjanjian kredit atau pembiayaan dan tidak boleh menimbulkan kerugian bagi konsumen. Belum lagi, pelaporan kolektibilitas milik Setiyawan yang tidak berdasar dan tidak benar telah menyandera posisinya sebagai konsumen untuk mendapatkan pembiayaan atau kredit dari pihak bank lain.
Akibat dari serangkaian kejadian ini, Setiyawan akhirnya mendatangi Kanwil IV OJK di Surabaya dan bersiap mengambil langkah hukum yang diperlukan terhadap akta cessie yang dilakukan oleh bank bersangkutan dan PT Oke Asset Indonesia yang tidak berdasar dan melanggar peraturan OJK nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Sementara Kanwil IV OJK saat dihubungi media ini, Jumat (06/10), membenarkan telah menerima pengaduan dari nasabah tersebut. “Saat ini masih kami mintakan klarifikasi terlebih dahulu kepada pihak bersangkutan,” kata Kepala Bagian EPK Kanwil IV OJK, Rifnal Alfani. (Ra/Bagus)