Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menilai usulan Kementerian Haji Arab Saudi agar masa tunggu jamaah haji Indonesia diseragamkan menjadi rata-rata 26 tahun harus dipertimbangkan dengan cermat.
Hal ini disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR dengan Menteri Haji dan Umrah RI terkait pembahasan awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Tahun 1447 H/2026 M.
Marwan menjelaskan bahwa selama ini penetapan kuota haji di Indonesia didasarkan pada jumlah penduduk muslim di setiap provinsi, sehingga lama antrean berbeda-beda.
“Ada daerah yang masa tunggunya masih di bawah 15 tahun, ada juga yang jauh lebih lama. Dengan usulan pemerataan, rata-rata masa tunggu menjadi 26 tahun,” ujarnya usai rapat melalui keterangan, Rabu (1/10/2025).
Menurut politisi Fraksi PKB ini, keputusan terkait usulan tersebut tidak boleh diambil secara tergesa-gesa. Ia menekankan pentingnya sosialisasi agar masyarakat memahami dampak yang akan timbul.
“Ada jamaah yang sudah lunas tunda karena kuota tidak cukup, maka wajib diberangkatkan. Kalau tiba-tiba aturan berubah, bagaimana nasib mereka? Ini yang harus dijawab,” jelasnya.
Marwan juga menyinggung soal konsekuensi finansial apabila perhitungan BPIH dilakukan berdasarkan asal daerah masing-masing jemaah. Selama ini biaya rata-rata ditetapkan Rp89 juta per orang. Namun, bila dihitung per provinsi, ongkos transportasi dari daerah tertentu bisa menembus lebih dari Rp100 juta.
“Kalau beban biaya melonjak, tentu akan menimbulkan keberatan di masyarakat,” tambahnya. Ia memberi contoh, penerapan usulan itu akan membuat jemaah dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan lebih cepat berangkat, sementara provinsi dengan jumlah pendaftar besar seperti Jawa Barat justru mengalami keterlambatan. Aceh, sebaliknya, bisa diuntungkan karena masa tunggunya lebih singkat.
“Komisi VIII harus berhati-hati memberi persetujuan. Karena itu, kami meminta Menteri Haji melakukan sosialisasi terlebih dahulu untuk mendengar langsung tanggapan jemaah di berbagai daerah,” pungkasnya. (Ym)