Maraknya protes baik dari dalam dan luar negeri atas kunjungan Yahya Cholil Staqup anggota Dewan Pertimbangan Presiden ke Israel membuat majelis ulama Indonesia (MUI) bersiap membahas fatwa tentang kunjungan ke negara zionis itu. Syaratnya, ada pihak yang mengajukan.
Kepada majalahnurani.com Jumat (15/6/2018) Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF menjelaskan, MUI siap membahas fatwa soal kunjungan ke Israel.
Menurut dia, permohonan tersebut bisa diajukan dengan melayangkan surat resmi ke MUI secara langsung.
“Silahkan diajukan, nanti dibahas Komisi Fatwa MUI,” tuturnya.
PENERBITAN FATWA
Ungkapan Hasanuddin ini seiring permintaan Fahri Hamzah, anggota DPR yang meminta MUI mengeluarkan fatwa haram bagi muslim Indonesian mengunjungi Israel.
Tak hanya Fahri, menurut Hasanuddin, masyarakat lain pun juga bisa mengajukan permohonan fatwa ke MUI.
Tapi perlu diingat, ketika siapapun yang mengajukan permohonan fatwa, hanya sebatas pada penerbitan fatwa saja. Bukan permintaan fatwa halal atau haram.
Soal kunjungan muslim Indonesia ke Israel seperti anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Yahya Cholil Staqup, kata Hasanuddin, mestinya terlarang. Sebab Indonesia memang tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel.
“Kalau memang tidak ada hubungan diplomasi dengan Israel, siapapun harusnya WNI tidak boleh dong. Apalagi, sifatnya mendukung apa yang dilakukan Israel,” tandas dia.
MELANGGAR KOMITMEN
Sebelumnya usulan Fahri soal fatwa itu didasari alasan untuk menghindari terjadinya peristiwa yang sama. Maka MUI perlu mengeluarkan fatwa haram mengunjungi Israel. Dia menilai itu melanggar komitmen kebangsaan Indonesia untuk memerdekakan Palestina.
Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin menanggapi, usulan Fahri mesti didiskusikan lebih jauh.
“Itu harus ada pelaporan. Kedua, harus ada namanya muasabahnya, artinya ada relevansinya nggak orang pergi ke Israel di fatwa itu? Artinya wilayah fatwa atau bukan, itu harus didiskusikan,” ujar Ma’ruf.
Ma’ruf mengatakan, kunjungan WNI muslim ke Israel belum tentu wilayahnya MUI. Dia menyebut usulan Fahri belum bisa langsung diterapkan.
“Ada rekomendasi, ada tausyiah, ada fatwa. Jadi lihat apakah yang tepat dengan fatwa, imbauan, atau dengan rekomendasi. Apa itu ada wilayahnya MUI,” pungkasnya. 01/Bagus