Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis kembali mengingatkan agar pendakwah, dai, ustad introspeksi diri dan mampu menyampaikan kebenaran dengan cara yang benar pula.
BERHAK MENOLAK
Sebab, masyarakat berhak melakukan penolakan bila tidak berkenan dengan cara penyampaian dari si pendakwah.
“Dakwah itu tidak hanya menyampaikan kebenaran. Ada metode dan media penyampaian kebenaran dan harus disesuaikan dengan local wisdom atau kearifan lokal,” katanya kepada majalahnurani.com.
Kiai Cholil juga sedikit menyinggung soal penilakan da’i ketika ceramah di suatu daerah. Misalnya seperti insiden pembubaran pengajian Ustad Firanda Aldirja di Masjid Al Fitrah, Keutapang II, Banda Aceh, pekan lalu.
Menurutnya, Insiden terjadi sebab massa menuntut pembubaran pengajian Ustaz Firanda yang sedang berjalan. Massa menilai Ustaz Firanda membawa paham Wahabi dan itu tidak sesuai dengan prinsip Ahlussunnah wal Jama’ah. Beberapa hari sebelum pengajian berlangsung, massa mengaku sudah memberikan peringatan agar pengajian itu tidak dilaksanakan.
BERTENTANGAN HUKUM
Selain mengingatkan para pendakwah, Kiai Cholil berharap masyarakat tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum.
Dia meminta sikap masyarakat tetap sejalan dengan konstitusi dan undang-undang.
“Masyarakat agar tidak melakukan tindakan-tindakan di luar konstitusi, di luar undang-undang peraturan kita,” sambungnya.
Ketika masyarakat tidak setuju dengan ustad yang hendak ceramah, maka sebelumnya bisa dikoordinasikan dengan aparat penegak hukum dan keamanan.
“Karena khawatir nanti menjadi pemicu antarpendukung sehingga bisa menimbulkan hal yang fatal hadirnya keamanan setelah terjadi kericuhan,” terangnya.
Menurut Kiai Cholil, penolakan ustad ceramah belakangan sering terjadi.
“Mari para dai mulai introspeksi diri. Kita berharap dai menekankan nilai keberagaman dan keorganisasian. Serta diharapkan para pendakwah lebih paham situasi dan kondisi lapangan,” tukasnya. 01/Bagus