MUI: Hargai Pendapat Ulama Yang Haramkan Ucapkan Natal

Majelis Ulama Indonesia Pusat memang belum mengeluarkan larangan muslim mengucapkan Natal kepada umat Kristiani.

Sementara MUI Jatim menegaskan bahwa haram bagi muslim mengucapkan Natal.

Wilayah Akidah

Sekertaris MUI Jatim Mochammad Yunus mengakui jika MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa haram mengucapkan natal.

Namun dia mengklarifikasi pernyataanya bahwa sebagai muslim mengucapkan natal merupakan soal akidah.

Ketika mengucapkan selamat kepada peringatan itu, yang di dalam akidah Islam sudah jelas bahwa Allah itu Maha Esa, Satu, Tunggal, tidak beranak dan tidak diperanakan, bukan bapak dan bukan anak.

“Peringatan Natal itu adalah peringatan hari kelahirannya anaknya Tuhan, itu kan masuk ke dalam wilayah aakidah. Itu yang kemudian tidak boleh. Sehingga kemudian ketika mengucapkan selamat Hari Natal itu berpotensi merusak akidahnya. Itu yang perlu dipahami sehingga kemudian tidak boleh orang memaksakan atau meminta agar orang muslim mengucapkan selamat Hari Natal dan mengikuti ritual perayaan Natal,” urainya.

Baca juga  Menag Terbitkan SE agar Penyuluh dan Penghulu Dukung 4 Program Pemerintah

Waketum MUI Pusat, Zainut Tauhid Sa’adi, menegaskan bahwa memang ada perbedaan pandangan para ulama dalam menilai masalah ini, sebagian ulama ada yang melarang dan sebagiannya lagi membolehkan.

“MUI Pusat sendiri belum pernah mengeluarkan ketetapan fatwa tentang hukumnya memberikan tahniah atau ucapan ‘selamat Natal’ kepada umat kristiani yang merayakannya, ” kata Zainut dalam keterangan tertulis, Selasa (24/12/2019).

Sehingga MUI mengembalikan masalah ini kepada umat Islam untuk mengikuti pendapat ulama yang sudah ada sesuai dengan keyakinannya.

MUI juga menghormati pendapat ulama yang menyatakan mengucapkan ‘selamat Natal’ itu hukumnya haram atau dilarang oleh agama.

Hal itu didasari argumentasi bahwa mengucapkan ‘selamat Natal’ adalah bagian dari keyakinan agamanya.

“Begitu juga sebaliknya, MUI menghormati pendapat ulama yang menyatakan bahwa mengucapkan ‘selamat Natal’ itu hukumnya mubah atau boleh dan tidak dilarang oleh agama, karena didasarkan pada argumentasi bahwa hal itu bukan bagian dari keyakinan agama tetapi sebatas memberikan penghormatan atas dasar hubungan kekerabatan, bertetangga, dan relasi antarumat manusia,” urai Zainut.

Baca juga  Aksi Militer Iran Merupakan Respons Terhadap Agresi Rezim Jahat Zionis

MUI mengimbau seluruh masyarakat bijaksana dalam menyikapi perbedaan pendapat tersebut.

Zainut berharap perihal mengucapkan ‘selamat Natal’ ini tidak menjadi polemik yang justru dapat mengganggu kerukunan dan harmoni hubungan intern ataupun antarumat beragama.

“MUI berpesan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk terus menjaga dan memelihara kerukunan dan persaudaraan (ukhuwah) di antara sesama anak bangsa. Baik persaudaraan keislaman (ukhuwah islamiyah), persaudaraan atas dasar kemanusiaan (ukhuwah basyariyah), ataupun persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyyah). Demi terciptanya kehidupan masyarakat yang harmonis, rukun, dan damai,” ungkap Zainut.

Semangat Toleransi

Ketua Umum Pimpinan Pusat (Ketum PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan bahwa ada momentum untuk mempererat antar umat bersama.

Menurutnya setidaknya momentum Natal dapat menjadikan wahana kehidupan berbangsa dan bernegara.

Baca juga  17 Agustus Mendatang Paspor RI Ganti Desain

Caranya memang dengan menghidupkan semangat toleransi satu sama lain dalam perbedaan.

“Muhamnadiyah meminta kepada masyarakat agar bersikap dewasa saat menghadapi masalah dan menyelesaikannya. Menjadikan nilai-nilai agama, baik dari agama manapun, agar menjadi sumber integrasi nasional dan integrasi sosial,” sambungnya.

Diharapkan perayaan Natal dan Tahun Baru bisa menjadi momentum untuk mempererat dan mengikat kembali benang kebangsaan.

“Saatnya jadikan ini menjadi wahana kerohanian kita berbangsa,” tegasnya.01/ Bagus.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

News Feed