Aturan pungutan zakat dari penghasilan pegawai negeri sipil (PNS) muslim segera berlaku. Aturan itu tertuang pada keppres (keputusan presiden) soal pungutan zakat khusus, dan ini hanya berlaku bagi ASN atau PNS muslim.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menuturkan, gaji ASN atau PNS akan dipotong sebesar 2,5 persen. Pemotongan tersebut, hanya dikhususkan bagi yang muslim. Sebab, hanya umat Islam yang memiliki kewajiban membayar zakat.
“Aturan itu bukan bersifat wajib. Sehingga, jika PNS atau ASN tidak bersedia gajinya dipotong, mereka boleh mengajukan keberatan,” jelas Menag Senin (5/2/2018) di Jakarta.
Tujuan pungutan ini yakni agar dana dapat digunakan untuk mengentaskan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan. Dia berharap, potensi zakat yang hakikatnya sangat besar ini bisa lebih didayagunakan untuk hal-hal yang jauh lebih produktif untuk kemaslahatan bersama.
Nantinya, zakat tersebut akan disalurkan ke Badan Amil Zakat Nasional. Badan tersebut merupakan lembaga yang bersifat nasional dan berfungsi mengelola pengumpulan dana zakat. Dari dana tersebut, BAZNAS akan memanfaatkannya untuk program peningkatan kesejahteraan
Syarat Zakat
Ketua Komisi Fatwa MUI Prof KH Hasanudin AF menilai, gaji PNS muslim akan dikenakan potongan 2,5 persen untuk zakat, itu tidak pas. Dia menjelaskan, keputusan tersebut tentu tidak bisa dipukul rata untuk semua PNS muslim.
“Setiap orang kan kondisinya berbeda. Dipotong 2,5 persen untuk zakat tentu tidak pas. Gaji 10 juta, atau 20 juta, juga belum tentu orang yang memiliki gaji tersebut nisab,” ungkap Hasanuddin kepadamajalahnurani.com, Selasa (6/2/2018).
Salah satu syarat berzakat yakni sudah nisab. Artinya kelebihan dari keperluan hidup selama satu tahun. Jadi di akhir tahun masih ada sisanya. Ketika pemerintah membuat aturan tersebut tentu saja itu sangat tidak pas.
“Aturan itu ya jangan atas nama zakat. Sebab ada nisabnya. Bagaimana jika seseorang itu tidak memenuhi nisab? Apakah tetap harus membayar zakat?” kata dia.
Sebaiknya jika memang tidak memenuhi syarat berzakat, maka pemerintah tak perlu membuat aturan tersebut. Jika tujuannya untuk diberikan kepada yang tidak mampu, seperti fakir miskin, maka dipungut sumbangan saja.
“Jangan zakat. Kalau mau dana ya sumbangan saja, jangan atas nama zakat,” tegas pakar syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Hasanuddin menceritakan, di zaman pemerintahan Soeharto, PNS dikenai sumbangan. Namanya bakti muslim. Sehingga setiap gaji PNS akan dipotong beberapa persen saja, tanpa mengatasnamakan zakat.
“Zakat itu ada aturannya. Dan aturannya itu harus benar, tidak bisa kondisi semua orang disamakan harus dipotong 2,5 persen,” tandas Hasanuddin.
Jangan Dipaksa
Wakil Ketua Komisi VIII DPR KH Noor Achmad menyambut baik aturan tersebut. Menurutnya, apa yang dilakukan presiden ini sangat bermanfaat untuk memberikan kesadaran kepada umat Islam terutama bagi mereka yang memiliki penghasilan dari PNS untuk sadar ke masyarakat yang membutuhkan.
“Ini sekaligus mengantarkan masyarakat muslim tidak semata-mata mengeluarkan pajak, tapi dengan zakat. Bagi umat muslim mengeluarkan zakat itu lebih mantap karena bisa dirasakan manfaatnya dunia dan akhirat. Ini memberi harapan ke umat untuk akhirat,” sambungnya.
Untuk distribusi zakat, lanjut Noor, harus diberikan kepada yang seharusnya menerimanya. Kemudian komposisi distribusi, harus diperhitungkan. Berapa untuk fakir miskin, sabilillah, ibnu sabil dan lain sebagainya.
“Harapan saya dulukan dulu yang fakir miskin. Ini sekaligus untuk mengentaskan kemiskinan,” lanjut dia.
Dalam aturan ini, papar Noor, negara turut hadir untuk mengentaskan kemiskinan. Dan dalam agama soal zakat ini diperbolehkan. Negara boleh saja mengambil dari zakat itu untuk kepentingan umat yang lain dan membutuhkan.
“Kami juga berharap tak hanya di PNS saja, sekaligus kalau bisa di korporasi. Minimal ada imbauan bagaimana agar korporasi bisa mengeluarkan zakat,” ujarnya.
Noor menyarankan, nantinya juga dibentuk ada tim khusus, tak hanya dari baznas saja. Tim khusus itu, bisa mengetahui daerah mana yang membutuhkan zakat tersebut. Jangan sampai ada zakat yang tidak sesuai ketentuan.
“Maka tugas tim khusus tersebut itu mencari muzakki untuk mustahid. Dimana orang-orang yang harus mendapatkan zakat. Kami sangat menyambut baik. tapi bagi mereka yang keberatan, itu harus diberi kelonggaran. Barangkali sudah ada pegawai yang sudah mengeluarkan zakat di tempat lain. Itu juga harus dihargai, tidak boleh dipaksa mengeluarkan zakat,” tandas dia. 01/Bagus