Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) membuat materi khotbah di masjid terkait pilkada serentak 2018. Saat ini, Bawaslu bekerja sama dengan pemuka agama dalam penyusunannya. Diharapkan, dari aturan ini, maka materi khotbah yang disampaikan nanti itu bisa menentramkan.
Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja, sebelumnya sudah menjelaskan, alasan materi ini dibuat untuk mencegah hal yang dialami saat pilkada DKI Jakarta 2017 soal materi yang berkaitan dengan Surat Al-Maidah ayat 51. Menurut dia, hal itu sebetulnya boleh saja disampaikan.
“Tapi enggak setiap Jumat didengar. Biarkan pemilihan menjadi urusan pribadi,” katanya.
Materi khotbah yang sedang disusun, akan berisi hal-hal menyejukkan. Malah, Rahmat menyangka, jika materi khotbah tak menjadi perhatian selama kampanye, akan sangat bermasalah.
“Karena inilah Bawaslu mengajak para pemuka agama untuk bersama-sama menyusun kurikulum materi khotbah yang jauh dari politik, suku, ras, dan agama,” terangnya.
BUKAN WILAYAH BAWASLU
Kepada majalahnurani.com, Ahad (11/2/2018) Wakil Ketua Umum MUI KH Zainut Tauhid Saadi mengatakan, MUI menyambut baik keinginan Bawaslu yang meminta masukan dari MUI terkait dengan rencana penyusunan materi khotbah untuk para khatib, dai dan penyiar agama.
“MUI siap bekerjasama dengan Bawaslu demi mewujudkan Pemilu yang berkualitas, aman, damai, bersih, jujur, dan bermartabat,” ujarnya.
Menimbulkan Kesalapahaman
Namun demikian, lanjut Zainut, MUI terlebih dahulu meminta penjelasan dari Bawaslu terkait dengan rencana tersebut. Apakah yang dimaksud itu menyusun materi khotbah atau membuat pedoman khotbah ?
Jika yang dimaksud adalah menyusun materi khotbah tentang dua isu tersebut untuk menyosialisasikan Pilkada agar terbebas dari politik uang (money politics) dan politisasi SARA, maka MUI sangat mendukung karena substansinya sesuai dengan Rekomendasi Rakernas MUI ke-3 di Bogor Jawa Barat beberapa pekan yang lalu, bahwa Pilkada harus dijauhkan dari isu SARA dan money politic.
Tetapi jika seandainya yang dimaksud itu adalah menyusun pedoman khotbah untuk para khatib, dai dan penyiar agama, pertanyaan kritisnya apa urgensinya Bawaslu mengatur hal tersebut ?
“Saya kira terlalu jauh Bawaslu memasuki ranah tugas yang bukan wilayahnya. Jadi hal ini menurut saya harus diklarifikasi terlebih dahulu biar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat,” jelasnya.
Kalau yang akan disusun adalah dua materi khotbah tersebut dengan harapan dapat dijadikan bahan referensi para khatib, dai dan para penyiar agama agar materi khotbah tersebut dapat disosialisasikan kepada umatnya adalah sesuatu hal yang baik.
“Dua materi khotbah tersebut menurut saya sangat penting agar masyarakat terhindar dari praktik politik yang tidak terpuji yaitu politisasi SARA dan politik uang,” sambung Zainut.
Namun MUI meminta kepada Bawaslu agar membuat panduan tentang batasan-batasan pengertian dan ruang lingkup dari politisasi SARA dan politik uang dalam Pilkada tersebut, agar para khatib, dai dan penyiar agama mengetahui batasan dan rambu-rambunya.
“Jangan sampai ada perbedaan persepsi dalam memahami hal ini, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat” paparnya.
HARUS DITOLAK
Wakil Sekjen Nadhlatul Ulama KH Abdul Munim DZ menilai, Bawaslu tumbuh menjadi lembaga totaliter. Mencampuri semua hal termasuk turut campur dalam materi khotbah.
“Berarti telah menyalahgunakan dan melampaui kewenangannya,” ungkap dia kepada majalahnurani.com, Ahad (11/2/2018).
Menurut Abdul, apa yang dilakukan Bawaslu itu sebuah pelanggaran terhadap etika keagamaan. Jika dibiarkan, lanjutnya, maka Bawaslu nantinya juga akan mengatur hal lainnya seperti kurikulum sekolah.
“Karena itu harus ditolak,” jelas dia.
Meskipun alasan Bawaslu untuk mengantisipasi materi SARA, kampanye politik, namun Abdul mendesak agar itu tidak dilakukan Bawaslu.
“Kalau itu dibiarkan, akan mengulangi kesalahannya orde baru,” tutur dia.
Abdul menyarankan aga pengurus masjid harus bisa menjaga diri agar tetap berpojak pada politik moral. “Jangan masuk ke wilayah politik praktis, agar tidak memancing masuknya pihak luar, baik Bawaslu, polisi, tentara dan lainnya mengendalikan masjid,” saranya.
TIDAK USAH MENGATUR
Ketua PP Muhamadiyah Buya Anwar Abbas mempertanyakan soal Bawaslu yang hendak membuat materi khotbah. Menurutnya, materi khotbah bukan tugas Bawaslu.
“Kalau Bawasl mau buat materi khotbah ya silahkan saja. Tapi persoalannya apakah itu tugasnya atu bukan? Kalau bukan lalu kok mau mengatur ngatur. Apa hal itu tidak akan mengundang kegaduhan saja,” ujarnya.
Disarankan Anwar agar persoalan itu diserahan saja kepada pihak yang berkompeten misalnya Kemenag, MUI dan ormas Islam. Anwar pun menanyakan kenapa hanya materi khotbah di masjid yang akan diatur Bawaslu?
“Dan kenapa tidak juga untuk agama lain?” jelas Anwar.
Anggota Lembaga Dakwah DPP Front Pembela Islam (FPI) Novel Bamukmin menandaskan bahwa Bawaslu tidak mempunyai kewenangan menyusun mateti khotbah. Seharusnya, tegas Novel, Bawaslu menindak pelaku penista agama dan yang melakukan kampanye politik suku, agama, ras dan golongan (SARA) dalam pilkada.
“Bawaslu tidak mengalihkan wewenangnya untuk mengawasi atau mengatur para penceramah. Itu yang harusnya menjadi konsentrasi Bawaslu untuk mengambil tindakan (bagi pelaku penista agama dan menyinggung SARA),” kata Novel.
Harusnya, lanjur Novel, sikap Bawaslu tegas dan netral. Bahwa Bawaslu harus benar-benar selektif dalam melakukan tugasnya sebagai lembaga negara yang berada di bawah Kementerian Dalam Negeri.
“Bawaslu harus betul-betul selektif, yang mana mengacu pada unsur SARA seperti Viktor Laiskodat itu harusnya didiskualifikasi (dari pencalonannya dalam Pilkada).Dan itu memang kerjaan Bawaslu untuk segera menindak Viktor Laiskodat yang nyata menyinggung unsur SARA,” terangnya.
Dijelaskan Novel, bukan menjadi wewenang Bawaslu untuk mengatur khotbah karena tempat ibadah, kususnya masjid di Indonesia kebanyakan didirikan oleh masyarakat dan bukan didirikan oleh pemerintah.
“Beda dengan di Arab Saudi yang mendirikan itu (tempat ibadah) semua pemerintah. Mereka berhak mengatur siapa sebagai penceramah, siapa khotib yang berkhotbah dan materinya. Kalau di Indonesia mereka gak bisa diatur,” tambahnya.
Jika Bawaslu tidak segera menarik ucapannya tersebut, lanjut Novel, pihaknya akan melaporkan Bawaslu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sebab Bawaslu, telah menyalahi wewenang dan tugas pokoknya, khususnya ikut campur dalam urusan dakwah.
“Secepatnya melaporkan, kalau pernyataan Bawaslu ini masih terus digalakkan untuk bisa mengambil sikap ikut campur (mengenai materi khotbah) maka akan kita proses ke DKPP. Kepada instansi yang lebih tinggi dari Bawaslu, kita akan proses,” tegasnya. 01/Bagus