MUI Khawatir Ada Larangan Berjenggot

Majelis Ulama Indonesia (MUI) khawatir jika setelah ada larangan bercadar, maka bisa disusul larangan mahasiswa bercelana cingkrang dan berjenggot. Penampilan seperti ini masih dinilai masyarakat sebagai paham radikalisme.

MEMECAH UMAT

Kepada majalahnurani.com Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengaku, persoalan pelarangan cadar bisa memicu perpecahan persatuan masyarakat.

Dari peristiwa ini maka berpeluang menjadikan isu tersebut sebagai alat untuk saling menyalahkan antar kelompok

“Kita harap  semua pihak untuk menahan diri,” ucap dia Jumat (9/3).

Jika tidak segera diselesaikan, maka dapat memecah persatuan umat Islam. Dikatakan Zainut,  pemakaian cadar bagi seorang muslimah sebagai syarat dan kewajiban untuk menutup aurat adalah masalah cabang dalam agama (furu’iyyat), yang dalam berbagai pendapat para ulama tidak ditemukan adanya kesepahaman (mukhtalaf fihi).

“Karena masih terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama (khilafiyah),” kata dia.

Zainut mengimbau, hendaknya semua pihak dapat menerima perbedaan pandangan tersebut sebagai khazanah pemikiran Islam yang dinamis dan menjadikan rahmat bagi umat Islam yang harus disyukuri bukan justru diingkari.

SALAH PAHAM

Adanya pelarangan bercadar ini dikarenakan kesalahpahaman sementara pihak yang mengaitkan masalah radikalisme dengan pemakaian cadar, celana cingkrang (tidak isybal) dan potongan jenggot dari seseorang.

“Pandangan ini kan sangat tidak tepat,” tegasnya.

Radikalisme tidak hanya diukur melalui simbol-simbol aksesoris seperti cadar, celana isybal dan potongan jenggotnya tetapi lebih pada pemahaman ajaran agamanya. Sehingga, kurang tepat jika karena alasan ingin menangkal ajaran radikalisme di kampus kemudian melarang mahasiswi memakai cadar.

Bahkan Zainut khawatir setelah larangan bercadar, maka akan disususul larangan mahasiswa yang memakai celana cingkrang dan berjenggot,” sangkanya.

Menurut dia, untuk menangkal ajaran radikalisme harusnya dengan pendekatan komprehensif, persuasif, edukatif atau konseling keagamaan yang intensif.

“Kita meminta kepada semua pihak hendaknya menempatkan masalah ini sebagai sesuatu hal yang wajar, proporsional dan tidak perlu dibesar-besarkan,” sambungnya.

Untuk urusan larangan cadar, sebaikbya diserahkab ke rektoran UIN Sunan Kalijaga. Sebab pihak rektor memiliki otoritas kewenangan kampusntya.

“Kewenangan untuk mengatur kampus baik melalui berbagai penerapan peraturan yang tidak bertentangan dengan nilai agama, norma susila dan undang-undang yang ada, maupun melalui berbagai pendekatan dan solusi yang komprehensif, maslahat dan bermartabat,” paparnya.

MUI sendiri juga berharap agar kampus tidak jadi sarang penyebaran paham radikalisme, liberalisme dan tempat yang menanamkan sikap phobia terhadap agama Islam.

“Kita semuanya berharap bahwa kampus menjadi tempat persemaian nilai-nilai ajaran Islam yang moderat (wasathiyah) dan Islam yang rahmatan lil ‘alamiin,” tandasnya.01/ Bagus

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *