Sejak KH Maruf Amin sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat memaafkan Sukmawati, ada sebagian masyarakat menanyakan tindakan KH Maruf. Sebab di kasus tersebut, masyarakat menilai bahwa KH Maruf membeda-bedakan dalam kasus penistaan agama.
PERLU KAJIAN
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat, KH Cholil Nafis, kepada majalahnurani.com menjelaskan, MUI belum mengeluarkan keputusan apapun terkait status hukum Islam puisi Sukmawati yang kontroversial.
Soal KH Ma’ruf Amin memaafkan Sukmawati, tegas Cholil, Kyai Maruf berharap agar masyarakat menghentikan tuntutan hukumnya.
“Ulama itu lebih suka menuntun daripada menuntut,” ujarnya.
Kendati demikian MUI tidak menghalangi masyarakat yang ingin melakukan penuntutan terhadap Sukmawati.
Diakui Cholil, untuk mengeluarkan sebuah keputusan, MUI memerlukan kajian yang mendalam.
“Saat Sukmawati meminta untuk dituntun, maka ulama siap menuntun dan berharap menghentikan tuntutan hukum,” urai dia.
Sebagai ulama, sambung Cholil, tugasnya yakni menuntun keislaman, dan bukan menuntut hukum. Sedagkan ahli hukum dan pengacara, adalah orang yang tepat memprosesnya secara hukum.
MUI adalah organisasi para ulama dari berbagai ormas dan kelembagaan Islam. Ketua umum MUI adalah simbol keulamaan di Indonesia. Karena itu, menghormati dan menaatinya adalah akhlak yang seharusnya dilakukan oleh setiap aktivis muslim.
“Bukan hanya taat saat keputusan ulama sesuai dengan selera dan kepentingannya saja, tapi juga saat kepada pendapat ulama itu meskipun dirasa kurang sesuai dan tak pas dengan pendapat pribadi atau kepentingan kelompoknya,” pungkas dia.
MEMBINGUNGKAN MASYARAKAT
Pandangan berbeda disampaikan Anggota Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Abdul Chair Ramadhan. Menurutnya, ada hal yang janggal jika seorang penista agama Islam harus dimaafkan dan dihentikan proses hukumnya.
Sementara itu, tambah Abdul, ada beberapa umat Islam lain yang dianggap menyebar ujaran kebencian, seperti Alfian Tanjung tetap diproses hukum. MUI, dalam kasus Alfian justru tidak mengimbau untuk memaafkan dan menghentikan proses hukumnya.
“Pernyataan Kyai Maruf ini membingungkan saya sebagai ahli hukum pidana. Saya saja bingung, apalagi masyarakat umum?” ungkap dia memberikan keterangan pers.
Meski berbeda pandangan, Abdul menghargai dan menghormati Kyai Maruf Amin yang juga merupakan Rais Aam PBNU itu sebagai gurunya.
Abdul juga mengaku siap dipanggil atau dipecat dari MUI atas perbedaan pendapatnya.
“Kalau dipanggil harus datang, tergantung hak saya datang atau tidak. Saya tidak ada kontrak kerja dengan MUI, kalau mau ketemu saya ya harus disetujui bersama,” tegas dia.
MUI akan mengambil sikap tegas kepada Abdul Chair Ramadhan. Rencananya besok, Selasa (10/4/2018) Abdul diminta memberikan klarifikasi di jajaran MUI.
“Kita akan lakukan pembicaraan. Dia akan saya panggil hari Selasa untuk klarifikasi apa benar pernyataan itu. Kalau benar, ya Anda di luar saja,” kata Ikhsan Wakil Ketua MUI bidang Hukum. 01/Bagus