Belakangan persoalan berpolitik dalam masjid terus diperdebatkan. Apalagi masjid bisa diduga digunakan untuk berpolitik praktis. Namun Majelis Ulama Indonesia membolehkan bahwa masjid digunakan sebai tempat pendidikan politik.
“Tidak adalarangan. Asal mrngunakan nilai dan etika yang baik,” tutur Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi kepada majalahnurani.com.
SALING MENGHORMATI
Menurut dia tidak ada larangan dalam ajaran agama untuk menjadikan masjid sebagai tempat pendidikan politik untuk masyarakat, seperti anjuran untuk saling menghormati perbedaan, persaudaraan, kasih sayang, dan toleransi.
Berpolitik yang dimaksud Zainut yakni pendidikan politik kemuliaan, bukan politik praktis atau politik kekuasaan. Yang dilarang soal politik di masjid, jelas Zainut, adalah ketika tempat ibadah umat Islam itu dijadikan tempat kegiatan politik praktis.
“Untuk kampanye, mengajak, memengaruhi untuk memilih atau tidak memilih calon. Termasuk menjelekkan, menyampaikan ujaran kebencian, memfitnah, serta melakukan provokasi untuk melawan pemerintahan yang sah,” sambungnya.
POLITIK PRAKTIS
Zainut membenarkan bahwa masjid memang harus dijauhkan dari aktivitas politik praktis karena sering kali diwarnai dengan intrik, fitnah, dan adu domba.
Selain tempat ibadah, masjid hakikatnya juga merupakan tempat bertemunya masyarakat dengan berbagai latar belakang sosial, budaya, politik, dan paham keagamaan.
“Sehingga dapat dipastikan akan terjadi gesekan, konflik, dan perpecahan di kalangan masyarakat jika masjid tersebut dipakai untuk tempat kampanye,” tandasnya. 01/Bagus