Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj saat menerima kunjunganImam Besar dan Grand Syeikh Al-Azhar, Prof Dr Ahmad Muhammad Ath-Thayib, sepakat menolak agama menjadi alat politik.
HARUS DILAWAN
Dia membenarkan bahwa hal itu harus dihilangkan dan dilawan. Jangan sampai agama jadi politik sesaat, termasuk politik praktis di masjid.
“Beliau juga menjawab semua harus dihilangkan dan harus kita lawan,” ujar Kyai Said Aqil menirukan ucapan Ahmad Muhammad saat memberikan keterangan pers kepada majalahnurani.com
Dari hasil diskusi Islam Nusantara, Kyai Said menyatakan Ahmad Muhammad mempunyai pandangan umat Islam yang perang dengan sesama merupakan hal kebodohan. Sehingga peperangan harus dihindarkan.
Oleh karena itu, salah satu tujuan kedatangan Ahmad Muhammad ke Indonesia untuk mempersatukan umat Islam.
“Beliau datang ke Indonesia untuk memperat Islam, Islam yang moderat, anti-radikalisme dan teroris. NU selalu keras bersuara anti-radikalisme, Islam moderat dan anti-terorisme,” jelas dia.
Salah satu terkait agama dijadikan politik yakni masjid yang diduga sering digunakan untuk berpolitik.
CERAMAH POLiTIK
Namun ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis menegaskan yang dimaksud politisasi masjid dan berpolitik di masjid.
Dia bercerita, sejak zaman Nabi Muhammad, peran dan fungsi masjid adalah sarana membina hubungan vertikal dan horizontal. Demikian pada zaman khulafaurrasyidin.
“Bahkan masa kerajaan Islam di Indonesia bangunan masjid sengaja dibuat bagian dalam dan serambi untuk memfungsikan yang bagian dalam adalah sarana ibadah sedangkan serambinya untuk musyawarah warga dengan berbagai topiknya, termasuk masalah politik,” ungkap dia.
Yang tidak dibolehkan, lanjutnya, jika masjid dijadikan tempat kampanye dukung mendukung calon pemimpin, atau untuk mencaci maki calon pemimpin lainnya, maka itu yang tidak diperbolehkan.
“Sangat setuju dilarang kalau seperri itu. Diserukan antipolitisasi masjid karena tak pantas menggunakan sarana masjid bukan pada fungsinya,” tambahnya.
Soal ceramah tema politik di masjid, sambung Kyai Cholil, adalah wajib. Namun perlu dipahami, yang dibahas yakni tentang politik keadaban dan kebangsaan.
“Soal politik kekuasaan dan dukung mendukung calon cukup disampaikan di luar masjid agar tak memicu konflik bagi jamaah masjid yang beda pilihan,” tandasnya. 01/Bagus