Wakil Ketua Umum Majelis ULama Indonesia (MUI) prihatin atas tindakan main hakim sendiri oleh sekelompok orang yang merusak properti untuk sedekah laut di Jogjakarta beberapa hari lalu.
TAHAPAN DAKWAH
MUI menyatakan tidak setuju dengan tindakan anarkis tersebut.
“Ada tahapan dalam melaksanakan dakwah. Tidak setuju langsung merusak,” ujarnya kepada majalahnurani.com
Menurut dia tahapan dakwah yakni bil-hikmah dengan ilmu atau dengan cara yang penuh kebijaksanaan. Kedua dengan ‘mau’idhoh hasanah’ dengan perkataan, ucapan atau contoh-contoh yang baik, dan tahapan berikutnya ‘wa jadilhum billati hiya ahsan’ yaitu dengan berdiskusi atau adu argumentasi, itu pun harus dilakukan dengan cara-cara yang baik.
Menurutnya, argumentasi tidak disampaikan dengan cara merusak atau menghancurkan hal yang dianggap menyimpang oleh Islam. Jika itu dianggap syirik maka bisa dengan mengingatkan tanpa merusak acara itu.
BUTUH KESABARAN
Bagi Zainut sebuah proses penyadaran terhadap keyakinan seseorang itu membutuhkan waktu dan kesabaran. Tidak seperti membalikkan telapak tangan.
“Tugas kita itu hanya mengajak, mengingatkan urusan apakah mereka mengikuti ajakan kita atau tidak itu bukan tanggung jawab kita. Karena hanya Allah yang berhak memberikan petunjuk hidayah kepada seseorang,” sambungnya.
MUI meminta agar masyarakat tidak asal menghakimi, apalagi sampai merusak. Sebab itu bisa menimbulkan tuduhan mengganggu keyakinan orang lain.
“Kan kita tidak tahu, apakah masyarakat yang melaksanakan upacara adat itu, semuanya Islam,” tandas dia. 01/Bagus