Belum lama ini Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menegaskan bahwa pihaknya akan melegalkan poligami. Pernyataan pemerintah Aceh tersebut menimbulkan pro kontra lantaran pelegalan poligami ini.
Menurut DPRA, aturan ini diberlakukan lantaran
di Aceh banyak terjadi praktik pernikahan siri. Lantas bagaimanakah Islam mengaturnya?
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Cholil Nafis memaparkan, bahwa poligami diatur pemerintah Indonesia melalui UU nomor 1 tahun 1974.
Oleh karena itu, sesuai undang-undang tersebut, maka poligami dilegalkan dan sah.
“Jadi memang tidak bertentangan dan sesuai dengan syariat Islam,” tutur Cholil.
TIDAK SEMBARANG
Cholil menegaskan, meski legal, tidak berarti sembarang orang bisa poligami. Sebab ada syarat yang harus dipenuhi secara Islam ketika poligami.
“Syarat utama adalah mampu berbuat adil, yang mana pasti terkait dengan masalah ekonomi atupun waktu,” tambahnya.
Adanya pro kontra, mendukung atau menolak, undang-undang sudah melegalkan.
Namun Cholil menanyakan soal rancangan peraturan daerah (qanun) poligami yang akan diterapkan di Aceh. Karena syarat poligami itu ketat.
MUI sendiri belum membaca rancangan aturannya. Kalau tidak ada syaratnya, tegas Cholil, maka kurang tepat.
“Karena Alquran pun juga memberikan persyaratan. Kalau sekiranya khawatir dan takut untuk tidak berbuat adil ya cukup satu saja,” terangnya.
TIDAK MERUGIKAN
Cholil menyimpulkan bahwa poligami di Indonesia sudah sah dan legal menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 serta menurut Alquran dan hadits.
Tapi tetap harus ada persyaratannya agar tidak merugikan perempuan dan tidak merugikan terhadap kehidupan berkeluarga.
“Tidak merugikan anak yang akan dilahirkan, dan juga terhadap pembangunan keluarga yang sehat dan keluarga yang berkualitas,” tandasnya. 01/Bagus