Jelang Pilpres, Hindari Saling Fitnah  di Medsos

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau kepada umat Islam agar berhati-hati ketika memberi pernyataan menjelang pemilu presiden pada 2019 mendatang, terutama di media sosial.
Ketua MUI KH Muhyiddin Junaidi membenarkan bahwa menjelang pemilu presiden, kadang tidak disadari umat Islam yang berbeda dukungan mengomentari salah satu calon di media sosial.
Masalahnya, jika komentar itu tidak berdasarkan fakta, menjelekkan nama baik, maka bisa dikenakan sanksi hukuman.
“Untuk itu kami mengimbau agar masyarakat hati-hati hati ketika berkomentar. Lebih baik kalau tidak tahu asal usulnya, tidak ikut ikutan berkomentar, yang isinya menjelekkan,” tuturnya kepada majalahnurani.com, Senin (20/8/2018).
FITNAH
Dijelaskan Muhyiddin, berkomentar di media sosial bisa termasuk ghibah, kritik dan fitnah.
Jika ghibah, berarti mencela orang lain tanpa berdasarkan fakta.
“Itu nanti bisa menciptakan namanya fitnah,” terangnya.
Menurut Muhyiddin, ghibah merupakan pernyataan mengada-ada. Sementara iatas ghibah namanya bhutan. Dimana seseorang melakukan
sesuatu yang baru dan mengada-ada.
“Jangan sampai kita ikutan mengunggah foto yang tidak pantas sehingga orang lain merasa tidak pernah melakukannya,” tuturnya.
KRITIK
Muhyiddin mengingatkan bahwa antara kritik dan ghibah perlu diketahui umat. Kritik dalam pandangan Islam adalah suatu tindakan yang dilakukan secara baik dan tepat sasaran, tidak menjatuhkan mental seseorang.
“Mengingatkan sesorang atau mengkritik seseorang dengan harapan ada perbaikan orang tersebut. Itu namanya kritik,” sambungnya.
Tapi kalau substansinya sudah melenceng, itu namanya bukan mengkrittik lagi, tapi mengada-ada atau buhtan. Ini yang tidak boleh. Ghibah ini sama diumpamakan seperti seakan-akan anda memakan daging saudara sendiri. Daging saudara yang sudah mati.
“Ukurannya memang jelas bahwa dalam Islam itu, kita tidak boleh mencap sesorang yang aneh aneh. Karena kita tidak boleh memvonis orang itu salah atau tidak benar sebelum ada buktinya,” jelasnya.
Lebih dari itu, ada sanksi bagi orang yang melakukan hal aneh-aneh, maka dia bisa dituntut berdasarkan hukum yang berlaku.
“Melakukan sesuatu seperti pencemaran nama baik, pemasangan gambar melecehkan atau yang lainnya, maka ketika orang yang bersangkutan tidak bisa menerima dan melaporkannya ke pihak kepolisian, kemudian terbukti, maka yang melakukan pencemaran tersebut jelas akan dikenakan sanksi hukuman,” paparnya.
HUKUM CAMBUK
Sementara kalau menuduh orang lain berbuat serong tanpa ada bukti, maka orang yang menuduh tersebut itu memfitnah dan bisa mendapatkan sanksi untuk dihukum cambuk 80 kali, seperti dalam hukum Islam.
Muhyiddin mengakui banyak orang yang terpengaruh oleh perkembangan dunia teknologi informasi.
“Bahkan kita kadang ikutan memasang foto, gambar atau menjelekkan calon tanpa memikirkan akibatnya,” tandas dia. 01/Bagus

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *