LPPOM Diminta Ambil Alih Sertifikat Halal

LPPOM Diminta Ambil Alih Sertifikat Hala

Hingga kini Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) belum menerbitkan sertifikat kehalalan produk. Untuk itu Majelis Ulama Indonesia diminta mengambil alih sementara proses sertifikasi halal yang sifatnya wajib (mandatory) sesuai Undang-undang Jaminan Produk Halal.

BIAYA SERTIFIKASI

Dikonfirmasi majalahnurani.com Rabu (12/12/2018) Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim menjelaskan penyebabnya BPJPH belum menerbitkan sertifikasi dikarenakan pemerintah akan sulit menghasilkan dana sekian triliun rupiah untuk membiayai 3,6 juta UKM (berdasarkan data Badan Pusat Statistik).

Lukman menilai, jika melihat UU sekarang, maka implemtasi UU 33 hampir sulit dilakukan.

“Kita realitis. Saya sampaikan perhitungan data,” ungkap dia.

Lukman merinci, hitungan tersebut merujuk pada biaya sertifikasi halal setiap UKM mencapai 1,5 juta (berdasarkan data Bappenas).

Apabila negara tidak mampu membiayai sertifikasi halal bagi UMKM, konsekuensinya UMKM tidak boleh masuk ke perdagangan dalam pasar Indonesia.

“Hati-hati dengan UU ini, membaca dengan detail. Jangan sampai UU ini menjadi alat bunuh massal bagi UMKM,” urainya.

MUI, kata dia, telah mengawal UU sejak 2014. Ketika itu tercetus keputusan politik DPR, yang merupakan inisiatif pemerintah dan DPR. Dalam pembahasan UU ini terjadi dinamika perdebatan.

Saat itu, ada beberapa pihak yang sempat ingin mendiskriminatif UU untuk diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan, MUI dituduhkan merebut UU tersebut oleh pihak yang tidak menyetujui UU ini terbentuk.

“MUI ikut mengawal UU ini sampai akhir, MUI menjadi peserta aktif artinya tidak merasa yang bermaksud meributkan UU ini,” tegas dia.

Sementara LPPOM MUI tidak ingin tergesa dalam mengimplemetasikan UU ini mengingat pelaksanaan UU JPH ini membutuhkan kematangan secara mendetail, meski implementasinya akan jatuh pada Oktober 2019 mendatang,” sambungnya.

Untuk mengimplementasi 2019, menurut Lukman, membutuhkan 25 ribu auditor yang tersertifikasi MUI. Sesangkan MUI sendiri tidak menghendaki ujung-ujungnya dituntut seolah ada pemaksaan MUI untuk mandatory sertifikasi halal.

“Jangan sampai MUI dijadikan kambing hitam. Siapa yang ngototsertifikasi mandatory halal? Ini yang kami hindari (pertanyaan dari berbagai pihak),” tandasnya.

MENIMBULKAN KETIDAKPASTIAN

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, Ikhsan Abdullah di Jakarta, membenarkan jika Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) hingga kini belum kunjung bisa menerbitkan sertifikasi halal yang sifatnya mandatory.

Dia memaparkan, dalam sertifikasi halal setidaknya melibatkan BPJPH sebagai regulator, Lembaga Pemeriksa Halal dengan didalamnya terdapat auditor dan MUI sebagai pemberi fatwa produk.

“Sejak BPJPH dibentuk pada 10 Oktober 2017 hingga kini belum ada satupun sertifikat halal yang diproses dan diterbitkan,” ungkapnya.

Ikhsan menilai jika BPJPH belum kunjung bisa menerbitkan sertifikasi halal mandatory untuk dunia usaha maka jika berlarut akan menimbulkan ketidakpastian.

“Sebaiknya wewenang itu diberi sementara kepada LPPOM MUI seiring BPJPH mempersiapkan internalnya sehingga bisa menerbitkan sertifikat halalnya,” sarannya. 01/Bagus

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *