Geliat (Gerakan Peduli Ibu dan Anak Sehat) Airlangga bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Surabaya serta didukung UNICEF gencar menyosialisasikan pencegahan TBC (Tuberkulosis) pada anak. Seperti pada Selasa (30/5) Geliat Airlangga menggelar kegiatan sosialisasi eliminasi TBC anak di Kecamatan Sawahan. Bertempat di Hotel Ibis Surabaya, sosialisasi TBC dihadiri 120 peserta. Sebagai pembicara yakni dokter spesialis anak Arda Pratama selaku perwakilan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dan dr Rosita dari Dinkes Surabaya.
Tim Geliat Airlangga Dr Fariani Syahrul SKM MKes memaparkan data mengejutkan. Bahwa pengidap TBC di Indonesia tertinggi nomor dua di dunia. “Di Jawa Timur, Surabaya ini tertinggi,” ungkapnya saat diwawancarai Bagus wartawan majalahnurani.com.

Bahkan Fariani yang juga Dosen Divisi Epidemiologi FKM Unair mengaku kasus TBC dari dulu hingga sekarang belum juga selesai. Tentunya dengan gencar sosialisasi TBC, maka orang tua juga peduli mencegah anak terpapar TBC. Selama ini, katanya, memang terus diupayakan pencegahan dan mendeteksi agar anak tidak terpapar TBC. Misal seperti mendeteksi kontak erat TBC atau anak berisiko TBC. Diakui saat ini memang sudah lengkap screening TBC di puskesmas.
“Nah kami mencoba screening dengan poin faktor TB yang lain. Sehingga hasilnya anak berisiko atau tidak, tapi kira-kira anak ini bermasalah dengan status gizi enggak. Jadi menyasar faktor risiko lain juga yang bisa menyebabkan anak kena TBC?” cerita Fariani.
Untuk mewujudkan itu, diperlukan Kader Surabaya Hebat (KSH). Para kader ini dibekali pengetahuan tentang TBC. Kemudian secara program bagaimana pencegahan TBC ini. “Ketiga, kami dari Geliat Airlangga menjelaskan form skrining untuk nantinya buat bekal Kader Surabaya Hebat. Kira-kira ada yang terduga TBC nggak, ada yang kontak erat TBC nggak,” urainya.

Sementara dalam paparannya dokter Arda mengaku mengapa mencegah TBC sejak dini pada anak itu penting? Dijelaskan, TBC anak merupakan 10-15 persen dari seluruh kasus TBC di Indonesia. “Sebagian besar kasusnya terjadi pada anak umur kurang dari 5 tahun,” ucapnya.
Menurut dr Arda, ketika sudah terkena TBC, maka risikonya yakni menghambat perkembangan anak. Kemudian anak tersebut akan menderita TBC berat. Mulai dari radang selaput otak, TBC Miller dan infeksi laten. “Jika tidak diobati dengan benar, akan menjadi kasus TBC di masa dewasanya dan merupakan sumber penularan baru,” terangnya. Bagus