Waspadai Promo LGBT Lewat Buku Anak

Promo Lesbian, Gay, Biseks dan Transgender (LGBT) makin marak. Misalnya baru-baru ini ditemukan promo LGBT pada buku anak. Di mana ada kalimat yang maknanya mengaburkan identitas jenis kelamin. Untuk itu, orang tua, guru, perlu mewaspadainya.

Ketua Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) Muslimat Hidayatullah Dr Sabriati merasa sedih melihat kondisi seperti ini. Dia menganggap bahwa agenda LGBT ini di rencanakan dan dikerjakan sedemikian sistimatis, termasuk banyaknya promo, seminar, komunitas LGBT.

“Dan sudah masuk kepada pikiran anak-anak kita. Kita harus berbuat lebih dari hulu sampai hilir,” ujarnya kepada majalahnurani.com, Kamis (21/12/2017).

Gamang Identitas

Dengan adanya promo LGBT melalui buku-buku anak, menurut Sabriati akan membuat anak kabur atau samar dalam konsep jenis kelaminnya. Dan anak akhirnya meniru apa yang sudah dilhat, dibacanya. Anak tidak akan paham bahwa hanya ada dua jenis kelamin saja, yaitu laki dan perempuan.

“Seperti yang tercantum di Al qur’an. Adapun jika ada yang berbeda karena sakit, maka itu lain lagi (karena kasus) dan sangat sedikit,” papar Sabriati yang juga menjadi Ketua Tim Perempuan Pejuang Indonesia.

Baca juga  Ribuan Guru, Dosen dan Karyawan YPM Taman Sidoarjo Hadiri Halal Bihalal

Lalu apa bahayanya? Terutama di buku-buku? Sabriati menegaskan, jika ini terjadi maka anak tidak tahu dengan jelas tentang jenis kelaminnya. Kemudian, anak ketika dewasa akan gamang dalam identitas.

“Nantinya akan berdampak pada  kaitannya dengan kewajiban mereka dalam Ibadah. Menutup aurat, menikah dan lainnya. Sehingga jadilah mereka kaum LGBT Naudzu billah,” tukas Sabriati.

Pakar Keluarga Aliansi Cinta Keluarga ( AILA) Fitriani, menjelaskan, orang-orang yang mempromosikan LGBT adalah tindakan yang tidak sesuai dengan hak asasi manusia. Salah satu hak asasi manusia adalah seseorang bebas menjalankan kehidupannya sesuai dengan agama yang dianutnya. Ini akan menyebabkan anak ketika dewasa menyukai sesama jenis.

“Di Indonesia, agama manapun tidak ada yang membenarkan tindakan menyukai sesama jenis (atau SA = same sex atraction). Apalagi di Indonesia, negara yang religius,” tutur dia.

Baca juga  Ribuan Guru, Dosen dan Karyawan YPM Taman Sidoarjo Hadiri Halal Bihalal

Selain itu HAM di Indonesia juga menjunjung tinggi keberadaban, sesuai dengan nilai Pancasila. Orang yang beradab berarti menjalankan kehidupannya secara proporsional, tepat. Tidak melakukan pemaksaan.

“Secara religius maupun ilmiah, maka kehidupan manusia disebut proporsional apabila laki-laki tertarik pada wanita, karena dari situlah ditemukan keseimbangan dan dikembangkan kehidupan manusia,” lanjutnya.

Mudah Menular

Secara psikologis, tambah Fitriani yang juga dosen psikologis Universitas Al Azhar Indonesia itu,  adanya propaganda LGBT sampai kepada buku anak-anak adalah wujud pemaksaan kehendak dari satu pihak kepada pihak lain.

“Anak-anak dirusak mentalnya tentang tatanan nilai yang beradab sesuai dengan nilai agama yang dianutnya,” ujarnya.

Banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa tingginya angka penderita aids, diderita oleh usia produktif, laki-laki, dan banyak dari mereka adalah kaum gay (SSA). Ini menunjukkan bahwa perilaku SSA adalah perilaku yang tidak sehat bahkan melanggar norma agama.

“Untuk antisipasi, orang tua maupun guru harus selektif dalam menyediakan buku bagi anak. Hindarkan bacaan / buku / tayangan yang menggambarkan / mendukung ke arah situ,” saran Fitri.

Baca juga  Ribuan Guru, Dosen dan Karyawan YPM Taman Sidoarjo Hadiri Halal Bihalal

Lebih dari itu, anak juga diberikan penjelasan dan pengarahan bahwa LGBT adalah perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Bahkan  melanggar nilai agama dan Pancasila. Terangkan pula dampak dari orang yang menderita SSA secara proporsional sesuai dengan usia anak.

“Namun, kita perlu juga menjelaskan bahwa orang-orang yang sudah terlanjur khilaf adalah orang-orang yang perlu diberikan penyembuhan oleh orang profesional (psikolog, ahli agama dan dokter, sesuai keperluannya). Dan kita tidak boleh membenci mereka. Akan tetapi anak perlu waspada untuk tidak terlalu dekat kepada orang yang menderita SSA. Karena perilaku tersebut mudah “menular”,” tukas Fitri. Bagus

Leave a Reply

Your email address will not be published.

News Feed